Jumat, 25 Januari 2013

Tetep Seksi tapi Tejaga


Simak percakapan antara dua cewek ini: si Seksi (A) & si Seksi tertutup (B). Mereka saling bertukar pikiran tentang berpakaian. Si A terobsesi ingin tampil seksi agar dilihat sebagai orang yang menarik, sedangkan si B cenderung tidak ingin mengumbar ke seksiannya walaupun dia mantan model.

Saat nongkrong di mall…

A: Eh, Gue ngiri nih sama cewek-cewek itu.
B: Cewek-cewek mana coba ? Di sini banyak cewek. Kita juga cewek. Hehe
A: Itu loh. Mereka yang tampang model. Pake hak tinggi, betisnya proporsional, rambutnya bagus, bajunya biasa-biasa aja sih, tapi keren… Wuiih badannya bagus.
B: Wah, lu dah kemakan kata-kata iklan. Emang lu ga ngerasa diri lu seksi ?
A: Haduh. Kalo gue seksi, dari dulu mah pake baju yang lagi in, kayak mbak mbak model tadi itu tuh. Keren kan kalo badan gue tuh bagus & bisa dipuji banyak orang.
B: Kalo menurut gue, seksi itu ga harus langsing kayak model-model di media masa kok. Emang  badan yang bagus mesti dipamerin di depan umum gitu ?
A: Eh lu mantan model kok ngomong gitu sih ? Perasaan lu juga ga kalah seksi sama mereka.
B: Ya, gue masih seksi kayak dulu, tapi sekarang sadar kalo keseksian gue ga jadi konsumsi publik ! Liat kan, gue ogah pake baju yang buka-bukaan.
A:  Kenapa pikiran lu berubah ? Bukannya lu seneng ya selama jadi model yang bersedia pake baju apa aja sesuai permintaan agency model ?
B: Ya, dulu. Tapi sekarang gue sadar. Gue ga bisa seenaknya disuruh pake baju apa aja. Ga pantes ahh, buka-bukaan gitu. Seksi sih tetep. Tapi kalo nunjukkin keseksian gue di depan umum, no way !
A: Trus, lu anti sama tren mode gitu ? Ga gaul dong jadinya.
B: Bukannya anti, tapi ga mau terus-terusan kebawa arus. Kalo ngikutin tren yang baik-baik sih, ga masalah.
A: Emang bisa yang baik-baik maksud lu tuh kayak gimana ?
B: Kayak gini say. Boleh pake baju seksi, asal ga di depan umum. Setelah gue belajar dikit-dikit tentang Islam, ternyata gue sadar kalo yang gue lakuin selama ini tuh salah. Ga baik ah, ngumbar-ngumbar keseksian sama sembarangan orang.
A: Oh gitu ya.. Mikir-mikir dulu nih. Perkataan lu ada bagusnya juga. Thanks yaa.
B: Yoi, jadi intinya, kita sebagai cewek boleh aja seksi, tapi tutupin keseksian lu itu kecuali sama orang yang berhak, suami lu tuh. Seksi tetep seksi, tapi jangan diumbar-umbar ya say : )



Rabu, 23 Januari 2013

Cerita seseorang yang...

Keburu isi kepalaku luber, aku mesti tulis ini segera.
Hanya sebuah cerita sebagai perumpamaan sederhana.


eni hidup di sebuah pulau dengan banyak teman.
Suatu hari, dia akan pergi ke pulau lain. Di kepalanya, dia menamakan "negeri nun jauh di sana".
Itulah sebuah tekad yg tak terelakkan.
Tak ada yang bisa menghapusnya dari niat dan ingatan.
Kecuali Sang pembolak balik hati

niat bulat. Usaha meningkat. Eni mulai melihat peta perjalanannya, memilih kapal terbaik, berguru pada ahlinya, dan mencari teman yang mau ikut dalam perjalanan panjang.

Yang jadi masalah adalah kapan, ke mana tepatnya, dan dengan siapa.
Pertanyaan terakhir yang jdi perhatian utama saat ini.
Kenapa? Taulah, perjalanan ke sana dan selama di negeri itu berbahaya. Terlalu riskan jika sendirian. Perjalanan ke negeri itu bukan tujuan semata. Ketika sudah sampai sana, ada beban berat yang akan diemban. Sungguh, bukan beban ringan karena dilatarbelakangi untuk membantu menebar cahaya pada negeri itu. Belun lagi banyaknya perangkap syaithan yang dengan mudah mengalihkan niat awalnya.

Tau diri, Eni yang mudah terjatuh butuh teman yang kuat. Ketika jatuh karena ditendang orang tak bertanggung jawab, ada yang bersedia menolongnya untuk berdiri lagi. Itu salah satu yang dibutuhkannya.

Bukan menjadi pekerjaan utama untuk mencari siapa orang yang memenuhi kriteria untuk menjadi teman berpetualang. Dia yakin ketika memang sudah siap berangkat, akan ada orang yang mendatanginya. Dia tidak berniat mencari ke sana kemari, hanya bersiap dan menunggu disamperi. Kapan siap berangkat, itu juga masih jadi misteri. Bahkan apa kriteria teman yang terbaik untuknya, dirinya pun tak mengetahui lebih dari sekedar "yang ideal" menurutnya. Karena yang ideal belum tentu yang terbaik, hanya Tuhan yang tau apa kriteria-kriteria itu sepenuhnya.

19 Januari 2013


Kamis, 03 Januari 2013

Hijab Syar’i dan Fashion: Teman atau Lawan ?


Saya pernah browsing kata “hijab” di suatu search engine. Hasil pencarian cukup mengejutkan, kawan. Sebagian besar link yang muncul adalah mengenai hijab sebagai fashion, seperti tutorial memakai hijab, hijab style, dan toko hijab. Hal yang sama muncul ketika kata kunci diganti dengan “kerudung” atau “jilbab.” Ketika melihat gambar-gambar hasil pencarian, terlihat banyak foto para wanita dengan kerudung bewarna, dari yang syar’i sampai yang tidak, style beragam. Semuanya terlihat menarik. Ketika di dunia nyata, saya sering melihat wanita yang memakai hijab dengan karakteristik seperti yang disebutkan sebelumnya. Hal itu menunjukkan bahwa hijab menjadi suatu fashion, yaitu gaya terbaru atau yang populer pada busana atau tingkah laku. Hal itu sudah terbukti: hijab semakin terkenal, sudah masuk di dunia mode, bahkan gaya-gaya berhijab terus berganti.
Di balik populernya hijab sebagai fashion, sebenarnya apa esensi dari hijab itu sendiri ? Sebenarnya, hijab merupakan kewajiban bagi para wanita yang beragama Islam, atau muslimah. Perintah Allah tersebut dapat dilihat dalam surat al-Ahzab ayat 59 dan an-Nur ayat 31. Surat Al-Ahzab ayat 59 berisi mengenai kewajiban untuk menutup aurat bagi muslimah. Berikut adalah terjemahan isi ayat tersebut.
“Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebenarnya jilbab dan hijab adalah benda yang berbeda. Jilbab adalah baju panjang yang  menutupi seluruh tubuh, Jilbab tentunya tidak membentuk tubuh wanita dan tidak transparan. Sedangkan hijab mempunyai makna benda yang menutupi sesuatu. Di tulisan ini, hijab yang dimaksud adalah kerudung sebagai penutup aurat, yaitu rambut wanita. Ada dalil lain mengenai syarat hijab dalam An-Nur ayat 31.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,…”
Dari ayat tersebut, disebutkan bahwa syarat hijab yang benar atau syar’i adalah menutupi bagian dada. Syarat lain adalah tidak transparan karena arti hijab sendiri adalah penutup. Kalau  masih transparan dan tidak menutupi bagi dada, hijab itu belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Lihat kembali contoh pengalaman browsing mengenai hijab. Sangat sedikit website yang membahas esensi hijab, seperti dalil-dalil mengenai kewajiban berhijab, hijab yang syar’i itu seperti apa, ataupun tulisan yang mengkritisi hijab jaman ini. Ketika kita melihat di tempat umum atau jalan-jalan, para wanita berhijab dengan style apapun dapat ditemui. Sayangnya, wanita dengan hijab yang benar-benar hijab tidaklah banyak. Seakan-akan hal mendasar dari hijab itu sendiri justru dilupakan oleh masyarakat luas. Kemungkinan lain adalah banyak orang yang belum tahu mengenai hijab syar’i. Karena alasan itulah, hijab syar’i belum menjadi trend di Indonesia.
Memang pengalaman browsing di internet dan pengamatan sehari-hari tidak dapat menjadi indikator yang pas untuk mengukur tingkat kepedulian masyarakat tentang esensi berhijab, namun hal itu dapat menjadi gambaran secara umum. Setidaknya, kita menjadi tahu bahwa hijab syar’i belum menjadi sesuatu yang masuk dalam daftar hijab fashion di Indonesia. Padahal dunia akan indah jika hijab syar’i menjadi fashion di negeri ini, terlebih lagi jika para wanita paham akan esensi dan menyadari pentingnya memilih hijab syar’i daripada yang bukan.
Kenyataan jaman ini adalah kebanyakan hijab yang populer di Indonesia itu tidak syar’i. Walaupun begitu, bukan berarti hijab-hijab tersebut itu dimusnahkan sama sekali hingga hanya ada hijab syar’i yang cenderung kurang populer. Jika itu terjadi, tidak ada orang yang tertarik memakai hijab sama sekali. Ada satu keuntungan ketika hijab menjadi suatu yang populer walaupun itu tidak syar’i. Dengan populernya hijab, diharapkan banyak orang yang tahu dan tertarik menggunakan hijab. Siapa tahu, hijab fashion itu memotivasi muslimah yang belum berhijab untuk menggunakannya. Mungkin pada awalnya hanya sebatas tertarik untuk memakai tanpa tahu esensi memakainya, tapi itu tidak masalah.
Dengan memakai hijab walau belum syar’i, muslimah yang baru memakai hijab semakin lama akan merasa nyaman dan berpikir bahwa hijab adalah suatu pelindung baginya. Itu terjadi jika dia masih menerima hidayah Allah. Setelah memakai hijab juga, diharapkan mereka akan menyadari apa esensinya, termasuk kewajiban bagi muslimah untuk berhijab dan hijab yang benar itu seperti apa. Ketika sudah paham, dia akan mengubah style berhijab dari yang belum syar’i menjadi hijab yang syar’i. Proses itu tidak lepas dari peran muslimah dengan hijab syar’i dalam memahamkan mereka dan tentu saja hidayah dari Allah. Butuh proses yang bertahap pula karena perubahan menjadi lebih baik tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Fashion dapat berkontribusi bagi hijab syar’i menuju popularitasnya, namun usaha untuk mencapai itu tidak mudah. Semoga ada pelopor desainer hijab syar’i yg mempopulerkannya. Ketika semakin banyak desainer hijab syar’i, hijab yang benar pun jadi populer. Dengan populernya hijab syar’i, semakin banyak muslimah yang ingin berhijab dengan syar’i. Itu menjadi bukti bahwa hijab syar’i tidak selalu menjadi lawan dari fashion karena hijab syar’i sendiri dapat menjadi fashion. Dunia akan indah ketika muslimah di seluruh dunia dapat mengikuti fashion tanpa harus mengabaikan hal yang syar’i.





Referensi:

Jumat, 21 Desember 2012

Tujuan dan Petunjuk


Hei kawan, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri soal ini: Apa tujuan akhir dalam hidupku ? Apa yang melatar belakangi itu ? Bagaimana cara mencapai tujuan itu ? 

Kalau pandanganku, seperti ini nih. Sebagai muslim, tujuan akhirku berhubungan dengan Tuhan semesta alam, yaitu Allah. Mau mencari ridho, membuat Allah seneng, tuk beribadah pada Allah, atau lainnya yang artinya kurang lebih sama. Hal yang melatarbelakangi tentunya adalah “karena Allah.” Cara mencapai tujuan itu adalah mengikuti petunjuk Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an sebagai wahyu Nya. Btw, itu adalah pandangan ideal, aku sendiri merasa belum berpandangan seperti itu sepenuhnya, tapi mencoba menjadi seperti itu.

Kenapa tujuan akhir berhubungan dengan Allah ? Karena Dia yang Maha kekal. Kalau tujuan akhir berupa hal-hal material atau lainnya yang bersifat sementara di dunia dan kita berhasil mencapainya, yakin deh... kebahagiaan yang manusia alami juga bersifat sementara walaupun meluap-luap. Logis kan ?

Kalau tujuannya berhubungan dengan Allah, pasti latar belakangnya juga berhubungan dengan Allah. Kita sebagai manusia mempunyai “hutang” pada Allah karena Dia menjadikan manusia makhluk sempurna sedemikian rupa. Mulai dari menjadikan manusia yang belum berwujud hingga berwujud seperti ini, memberikan segala hal termasuk rejeki dalam bentuk apapun, memberlakukan aturan yang terbaik untuk manusia, bahkan jauh sebelum itu ada sejarah yang mungkin ga banyak orang tau. Sebelum ruh manusia berada dalam janin, tiap ruh ditanyakan oleh-Nya “Bukan Aku ini Tuhanmu ?” mereka (para ruh) menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami, kami bersaksi)” (Al-A’raf: 172.) Dari awalnya, tiap manusia sudah berjanji seperti itu, ga heran bayi selalu terlahir dalam keadaan suci dari dosa.

Untuk mencapai tujuan akhir, diperlukan petunjuk. Itulah Al-qur’an. Kenapa Al-qur’an ? itu adalah wahyu dari Allah yang mengetahui segalanya. Al-qur’an sejak diturunkan melalui nabi Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam sampai sekarang masih orginal dari Allah, bahkan berlaku hingga hari kiamat. Al-qur’an mengandung semuanya dari Allah, pedoman hidup manusia yang meliputi aturan, larangan, ilmu, petunjuk, dll. Ada banyak dan aku belum tau semuanya.

Kalau hidup ga dibimbing wahyu, akibatnya bisa fatal. Analoginya seperti ini. Mau pergi dari Jakarta ke Leiden bagi yang belum tau arahnya, perlu petunjuk ke sana. Entah peta, tanya-tanya orang, browsing di internet, apapun caranya biar sampai. Kita pati bakal butuh bimbingan, ga mungkin mengandalkan diri kita sendiri. Kalau cuma mengandalkan diri sendiri, peluang tersesat bakal lebih gedhe.

Yang perlu diperhatikan adalah petunjuk bisa bener, tapi bisa salah. Kalau peta, bisa aja ada simbol-simbol yang salah. Kalau tanya orang, bisa aja orangnya nipu atau kurang tau. Browsing di internet pun juga belum tentu menghasilkan informasi yang detail. Semua itu buatan manusia. Aku ga bisa membuat analogi sempurna karrna Al-qur’an mencakup semuanya. Kalau dikembalikan ke analogi tadi, Al-qur’an bagaikan peta yang benar, orang yang tau & jujur, sarana browsing yang paling komplit. Kembalikan pada asalnya, Allah yang Maha tahu.

Allah dah kasih kita petunjuk. Kalau kita ga mau ikut petunjuk itu, ga ngerti arah hidup manusia itu ke mana. Itu yang terjadi pada kaum sekularis. Mereka punya tujuan membangun negara yang maju, secara implisit, mereka bilang ga perlu bimbingan wahyu. Yakin maju ? Emang kriteria maju tuh apa sih ? Maju itu mau maju ke mana ? Oke lah, kalau mau bilang maju itu banyak bangunan, transportasi umum lancar, banyak orang kaya, budaya dilestarikan, anak-anak ditargetkan untuk berprestasi di bidang masing-masing, dll. Emang kriteria itu berlaku sampai 20-50 tahun kemudian ? Jaman berubah juga. Kalau hanya mengandalkan studi futuristik, itu ga cukup karena pasti ada error dalam tiap studi. Ingat, otak manusia yang luar biasa ini tetap mempunyai batas.

Beda kalau orang-orang mau mengikuti wahyu dari Allah (Al-qur’an). Tujuan hidup manusia adalah beribadah pada Rabbnya karena itulah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia (Adz-Dzariyaat: 56). Segala aturan, arahan yang mencakup segala aspek kehidupan tersedia di sana. Mungkin ada yang merasa tertekan, ga bebas, atau terlalu diatur. Negara Madinah di mana ada berbagai kaum dengan berbagai agama hidup di situ, dipimpin Rasulullah Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam, damai dan sejahtera. Bisa seperti itu karena negara Madinah saat itu dipimpin oleh orang yang mengambil wahyu sebagai jalan hidupnya dan menerapkannya dalam kehidupan bernegara.

Pada intinya, tujuan akhir yang dikaitkan dengan yang abadi, Allah, dilatarbelakangi karena-Nya, dan dengan cara-cara berdasarkan wahyu, insyaAllah bisa bahagia hidup di dunia dan di kehidupan setelah mati.

Ini yang aku yakini, gimana dengan keyakinanmu ?


*Sekularis. Sekuler berasal dari bahasa latin: Saeculum yang artinya sekarang/kini di dunia. Berarti, hanya memikirkan yang ada di dunia saat ini, menghilangkan simbol-simbol selain dunia, yaitu kehidupan akhirat.

Terinspirasi dari buku "Islam dan Sekularisme" karya Prof. Muhammad Naquib Al-Attas.

Minggu, 30 September 2012

Bingung

Aku hanya bingung, ketika melihat banyak pemuda pemudi saling memadu kasih secara terang-terangan dan berlebihan. Padahal ga ada yang menjamin mereka saling mencintai selamanya. Kalau dah putus, ada yang nangis, mau balik lagi, atau cari yang lain. Emang ga bisa sabar buat mencintai dalam diam untuk sementara?

Aku bingung ketika ada wanita yang dengan senang hati mengumbar auratnya, sementara banyak kasus pelecehan yang rawan bagi semua wanita.

Bingung mendengar orang berkata kotor, padahal berkata kotor itu ga menyelesaikan masalah, bahkan bisa membawa masalah. Emang kalau dah misuh, bakal puas ? Serius, kasian anak-anak dari para misuhers. Mereka bakal mencetak generasi pengumpat !

Bingung saja, ketika ada orang yang berprasangka terhadap sesuatu, tapi ternyata prasangka itu jauh dari kenyataan. Sangat-sangat jauh. Disuruh klarifikasi, males. Asumsi terus tanpa data berupa fakta yang memadai.

Bingung, ketika melihat ada orang menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang sebenernya ga perlu. Kalau bosen sama benda itu, cari lagi yang lain. Kalau ada yang baru, terobsesi untuk beli.

Bingung kali... Melihat status-status ga bermutu yang berisi kegalauan ga bermakna atau ambigu. Kalau dah pasang status galau, trus mau apa ? cari jumlah like sebanyak-banyaknya ?

Bingung, ada orang yang mempermainkan agama. Pindah agama cuma gara-gara cinta. Kalau cintanya ganti, agamanya juga ganti. Trus, agama bagi orang seperti itu berfungsi buat apa ?

Lagi-lagi bingung... Banyak orang merokok di tempat umum. Dah ganggu orang di sekitar, termasuk aku yang asmatik, ganggu diri sendiri juga. Padahal resiko penyakit dari merokok tuh ga kecil.

Bingung ketika ada mahasiswa/i yang seneng banget titip absen & bolos. Padahal uang masuk kuliah tuh mahal cuy dan banyak yang ga bisa kuliah gara-gara biaya mahal. Kalau titip absen, bisa ikut ujian. Emang bisa ya ? ga ikut belajar di kelas, bakal bisa jawab soal-soal ujian ? Atau nyontek ? Kalau nyontek, bisa lulus. He ? Ada ya, universitas yang mau meluluskan orang seperti itu ? mboh lah...

Masih ada bingung-bingung yang lain, tapi ga mungkin aku tulis satu per satu di sini.

Aku makin bingung ketika ada yang bilang, "kenapa yang begituan harus dibingungkan"
Lebih bingung lagi kalau diri kita melakukan apa yang kita bingungkan.

Aku memang seorang pembingung sekaligus pemikir. Ga berharap bingung itu hilang. Jangan sampai bingung itu hilang.

Tetaplah bersyukur, bagi kalian yang masih bisa bingung dan berusaha memecahkan kebingunan itu.
Bersyukur lagi ketika ada orang yang berbaik hati menjawab kebingungan-kebingunganku, sehingga aku paham.


Selasa, 18 September 2012

Singkat, Padat, Jelas: Pembicaraan tentang Krudung


Di suatu kuliah...
Dosen: “Setelah saya beri aba-aba ‘mulai’, kalian mulai wawancara. Ingat peran masing-masing. Jangan lupa, sudah termasuk level interaksi 1 sampai 3.”
Aku sudah ingat itu. Level 1 ketika interaksi sama orang baru, level 3 ketika interaksi sama orang yang dah deket & bisa menyentuh ranah personal, level 2 di tengah-tengahnya.
Terdengar aba-aba mulai. Aku sebagai interviewee santai saja, tinggal jawab pertanyaan di interviwer yang juga temen sekelasku.
Level 1
Interviewer: Rizka, kamu asalnya dari mana ?
Aku: Jogja
Interviewer: Jogja bagian mana ?
Aku: Sleman. (Sengaja jawab sepotong-sepotong, kan level 1)
Interviewer: Trus, kenapa masuk psikologi UI ?
Aku: (Mau ga mau, cerita agak panjang karena itu kronologi. à Level 2
Interviewer: (Sambil menatapku agak tajam) Sejak kapan kamu pakai krudung ?
Aku: (Membatin. Pertanyaan yang ga relevan sama pertanyaan sebelumnya. Agak kaget juga denger itu. Ini dah langsung level 3 namanya.) Sejak SMA. Lebih tepatnya, setelah lulus SMP.
Interviewer: Lumayan lama juga ya. Trus, kenapa kamu pakai krudung ?
Aku: (Ga boleh lama-lama kaget. Harus jawab cepet). Yaa, awalnya sih karena pengen aja. Bisa dibilang, iseng-iseng. Tapi, lama-lama aku mikir ini baik buatku & aku tau, ini kewajiban.
Interviewer: Oh gitu... Menurutmu, gimana sih cara cewek krudungan tetep bisa terus krudungan ?
Aku: Di manapun tinggal, cari temen yang bener lah. Ga masalah lingkungannya rusak, tapi kalo temen-temen deketnya orang baik-baik, insya Allah bisa konsisten krudungan.
Interviewer: Cewek yang ga krudungan menurutmu jelek ga ?
Aku: (omg, ini opini nih) Aku ga bilang gitu lho. Liat orangnya dulu lah. Aku berusaha ga ngecap orang dari luarnya sih. Bisa aja orang yang ga kerudungan perilakunya justru lebih baik daripada yang krudungan, atau sebaiknya. Orang krudungan emang baik dalam aspek nutupin auratnya, tapi ga tau perilaku lainnya gimana. Yang bagus sih, krudungan, tapi bisa jaga sikap. Ga ada orang yang sempurna. Manusia itu unik lho.. Kenapa kamu tiba-tiba tanya masalah krudung sih ?
Interviewer: Aku pernah didholimi sama orang krudungan. Dulu, aku punya cowok. Emang, aku juga pernah pelukan. Tapi, itu sekali-sekali aja kok, kalo lagi seneng banget aja. Kalo foto, tetep ga mau nempel-nempel banget.
Aku: (eh ? Jauh dari diriku. Aku ga melakukan itu. Tenang, jangan terlihat reaktif) hmm. Risih ya ?
Interviewer: Nah, ada nih, cewek, temennya cowokku. Dia krudungan, tapi kalo sama cowok tuh kayak ga bisa jaga bates. Pelukannya ngelebihin aku. Parah dah... pas aku ingetin dia, dia tuh nyolot, “gue kan masih belajar krudungan”
Aku: (Kaget... tapi tetap harus tenang) Bersyukur, kamu masih ada rasa risih kayak gitu. Tapi, mestinya cewek yang kamu ceritain itu, ga lakuin itu lah. Kasian sama orang-orang krudungan lainnya. Bakal ada stereotype yang jelek ke orang-orang krudungan kan.
Interviewer: Ya, bener.. bener..
Bu dosen memberi aba-aba bahwa waktu wawancara habis. Kami hanya diberi waktu beberapa menit, ga banyak.
Interviewer: Maaf ya, kalo tersinggung pas aku tanya tadi.
Aku: Ga kok, aku justru seneng. Bentar, gara-gara pengalaman itu, kamu ga trus trauma pake krudung kan ?
Interviewer: Ga kok. Aku jadi tau, harus bener-bener kuat aja kalau mau pake krudung.
Kami pun berpisah. Leganya diriku. Ga tau nih, mungkin ada salah kata yang keluar dari mulutku. Biarin lah, aku dah berusaha ngomong bener. Semoga Allah mengampuni..
***
Bersyukur, berada di lingkungan heterogen, bisa bergaul dengan orang di luar zona nyaman, tau cara pandang mereka.
Bersyukur, walaupun dia belum berhijab, masih memegang nilai baik sebagai wanita.
Bersyukur, bisa ngobrol dengan konten seperti itu, cara santai, dakwah unik !
Bersyukur, dapet bekal buat aku kalau sewaktu-waktu berhadapan dengan lingkungan yang lebih ekstrim, supaya bisa bertahan di negeri nun jauh di sana.
“Ibadah di lingkungan yang “rusak” lebih bernilai daripada ibadah di lingkungan yang dah baik.”
Yes !

*Kata-kata pada dialog di atas bukan verbatim

Jumat, 17 Agustus 2012

Merdeka ! (?)


"Merdeka !"

Itu kata yang sering kudengar di hari ulang tahun negeriku ini. Sama halnya di ulang tahun yang ke-67 ini. Angka 67 bukan angka yang kecil untuk umur. Indonesia sudah tua, bung! Sebagai negara yang sudah tidak muda lagi, pengalaman negeriku ini juga sudah banyak. Coba kita lihat kembali bagaimana negeri bernama Indonesia ini lahir setelah para pahlawan berjuang keras dalam membantu kelahiran Indonesia.

Berikut kata-kata yang mengawali hidup Indonesia

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Senang. bisa hidup dengan bebas dari musuh, Jepang yang saat itu hancur diserang sekutu. Parahnya, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Indonesia di usianya yang masih bayi sudah diberi berbagai cobaan. Si musuh mencoba merebut kembali hidup negara Indonesia. Kasihan ya, bukannya dapet waktu untuk main, namun justru dihadapkan dengan yang namanya pertempuran Surabaya, Ambarawa, perang Puputan, agresi militer.

Bersyukur, orang tua dari negara yang masih muda saat itu adalah para manusia tangguh. Mereka, bahkan sebelum Indonesia lahir sudah berjuang keras agar negara ini dapat hidup merdeka dari para musuh, yaitu penjajah. Orang tuanya tangguh, anaknya juga tangguh. Indonesia pada waktu itu sangat kuat walaupun usianya sangat muda. Alhamdulillah, Indonesia akhirnya bisa mempertahankan hidupnya yang merdeka dari para musuh, hingga sekarang.

Eh salah, ada yang perlu dikoreksi. Aku sebagai salah satu unsur yang sangat kecil dari negara Indonesia, yaitu individu yang bukan siapa-siapa, memikirkan yang lain. Musuh Indonesia sudah berubah wujud. Kalau dulu, musuh adalah negara rakus yang menginginkan kekayaan negeri ini. Kedholiman negara itu akhirnya membuat rakyat pribumi menderita secara terang-terangan. Perang berdarah antara rakyat pribumi dengan pihak asing yang rakus itu juga terjadi. Sekarang, tidak seperti itu, bung ! Musuh Indonesia sekarang menampakkan diri dengan wujud yang abstrak. Aku curiga Indonesia yang sudah setua ini justru tidak menyadari siapa musuh yang sebenarnya.

Aku lagi-lagi berpikir. Musuh tidak jelas siapa, tapi wujudnya adalah nilai-nilai yang merusak negeri ini. Setauku nilai-nilai jahat itu sebagian besar masuk melalui media yang bermacam-macam bentuknya. Mungkin Indonesia yang sudah sepuh ini juga tidak menyadari wujud itu. Tau-tau sudah ada virus korupsi, komersialisasi pendidikan, kriminalitas yang merebak, illegal logging, mafia hukum, dll. Penyakit lama bahkan belum hilang dari bumi Indonesia, salah satunya kemiskinan..

Jadi, Indonesia di usia ke-67 ini masih merdeka kah?

Aku tidak bisa jawab pertanyaan itu, hanya berharap suatu saat Indonesia hidup merdeka dari musuh yang sebenarnya.