Sabtu, 20 April 2013

Cantik itu...

Di suatu siang di taman Akademos, tempat berkumpulnya para filsuf wanna be. Saat itu, suasana sepi, tinggal Firu dan Disa. Mereka adalah dua teman yang sama-sama seorang pemikir di jaman itu. Bedanya, Firu adalah seorang pemikir yang terkenal karena wajahnya yang cantik, cantiknya bahkan melebihi orang-orang yang didewikan saat itu. Selain itu, dia juga memiliki jabatan penting di kota Mudamudabir. Tiap ada dia lewat, ada hampir semua lelaki melihat ke arahnya. Bukan maksud penulis sok tau, tapi itu adalah salah satu pernyataan dari temannya yang beru dikenal, Disa.  

Disa juga seorang pemikir. Wajahnya pas-pasan, tidak terlalu dikenal, tapi kritisnya luar biasa. Orang-orang yang mengenal dia adalah musuh-musuh dalam perang pemikiran yang terjadi saat itu. Wajar dia banyak musuh karena dia adalah orang yang anti mainstream. Pada dasarnya, dia tidak setuju dengan prinsip demokrasi. “Sungguh aneh. Bagaimana mungkin, sebuah pemerintahan dipimpin oleh banyak orang.” Itu pemikirannya. Pernah suatu saat dia berdiskusi dengan penguasa Kota Mudamudabir yang mengaku sangat demokratis, untuk mempertanyakan jalannya demokrasi di kota ini. Dia punya prinsip yang kuat, tentu saja. Dengan prinsip itu, dia bahkan diusir secara halus dari ruangan penguasa kota setelah mendapat jawaban dari pertanyaan itu.

Itu adalah salah satu kisah Disa. Segala hal dia pertanyakan dan semuanya bisa terjawab walaupun sebagian besar jawaban itu sangat sangat tidak memuaskan. Tapi, ada satu hal yang belum terjawab,  yaitu bagaimana rasanya menjadi orang yang dipandang cantik oleh kebanyakan laki-laki.
Disa bersyukur karena temannya, Firu adalah orang yang cantik. Mulailah dialog antar para pemikir dimulai..

Disa: “Firu, bagaimana rasanya jadi orang cantik ?”
Firu: “Apa yang kamu maksud dengan kata cantik ?”
Disa: “Umum sih. Ketika orang cantik lewat, banyak mata yang melihat”
Firu: “Haha..Sempit sekali definisimu. Tapi okelah, aku jelasin dari perspektifmu. Aku risih ketika dilihat terus-menerus oleh banyak lelaki. Aku mungkin terkenal, tapi aku ngerasa terpenjara dengan mata-mata itu.”
Disa: “Aku tidak mengerti apa maksudmu, Firu”
Firu: “Aku tidak merasa bebas dengan wajah ini. Ini, wajah pemberian Tuhan, yang sementara, justru memenjarakanku. Aku tidak ingin dilihat oleh banyak lelaki karena wajahku seperti ini.”
Disa: “Aku heran, kenapa kamu tidak bersyukur ? Taukah kamu, banyak wanita yang ingin menjadi seperdi dirimu.”
Firu: “Karena dengan wajah ini, aku merasa diikutin oleh mata-mata jahat. Mereka belum merasakan bagaimana menjadi seorang  dengan wajah seperti ini.”
Disa: “Ok,Bagaimana rasanya ?”
Firu: “Bisakah kau bayangkan ? Tiap hari, aku didatangi oleh orang yang berbeda-beda, tentu dengan cara terhormat. Mereka dengan modus yang elegan mengajakku berdiskusi. Aku tau, mana yang sungguh-sungguh ingin berdiskusi, mana yang hanya ingin mencari perhatianku. Aku tidak senang sama sekali dengan orang yang sekedar cari perhatian. Ingat, kita adalah pemikir ! jangan habiskan perhatian untuk hal-hal yang tidak penting”

Disa: “Wow.. Baru kali ini aku menemukan wanita yang justru merasa terpenjara dengan wajah cantiknya. Kamu harus diskusi dengan para wanita yang iri padamu.”
Firu: “Sungguh ? Aku pikir rasa risih seperti ini ada pada tiap wanita, tapi mungkin levelnya berbeda-beda. Anyway, aku justru ingin bebas seperti dirimu. Kau selalu memberi perhatian pada hal-hal yang tepat karena hanya ada beberapa pasang mata yang memperhatikanmu. ”
Disa: “Terima kasih kalau begitu... Maaf, aku harus pulang karena hari sudah malam. Kamu juga harus pulang karena mungkin masih ada mata-mata yang jahat. Keadaanmu lebih berbahaya di sini.”
Firu: “Terima kasih sudah mengingatkan. Ya, aku sudah mengantisipasi hal itu. Aku tidak mau menjadi bayang-bayang para pemilik mata-mata jahat itu, dalam angan ataupun mimpi mereka. Aku masih harus di sini untuk menjaga titipan buku-buku teman.”
Disa:”Oke kalau begitu. Senang bertemu denganmu, Firu. Hati-hati. Semoga Tuhan melindungimu dari mata-mata jahat.“
Firu: “Kau hati-hati juga. Kau tidak punya jaminan bebas dari mata-mata jahat.”

Sepanjang jalan menuju rumah inspirasi, Disa memikirkan kata-kata Firu kembali. Betapa tidak enaknya menjadi orang yang didewikan, bahkan lebih dari dewi kata orang-orang. Tiba-tiba, ada pertanyaan lain muncul dalam benaknya, “Apakah orang cantik yang merasa senang ketika banyak orang melihatnya, benar-benar merasa bahagia ?” Disa ingin bertanya pada seseorang, tapi tentu bukan Firu. Semoga esok hari ketika matahari di Kota Mudamudabir bersinar, ada seseorang yang dapat menjawab ini.

Cantik Itu...


Di suatu siang di taman Akademos, tempat berkumpulnya para filsuf wanna be. Saat itu, suasana sepi, tinggal Firu dan Disa. Mereka adalah dua teman yang sama-sama seorang pemikir di jaman itu. Bedanya, Firu adalah seorang pemikir yang terkenal karena wajahnya yang cantik, cantiknya bahkan melebihi orang-orang yang didewikan saat itu. Selain itu, dia juga memiliki jabatan penting di kota Mudamudabir. Tiap ada dia lewat, ada hampir semua lelaki melihat ke arahnya. Bukan maksud penulis sok tau, tapi itu adalah salah satu pernyataan dari temannya yang beru dikenal, Disa.  

Disa juga seorang pemikir. Wajahnya pas-pasan, tidak terlalu dikenal, tapi kritisnya luar biasa. Orang-orang yang mengenal dia adalah musuh-musuh dalam perang pemikiran yang terjadi saat itu. Wajar dia banyak musuh karena dia adalah orang yang anti mainstream. Pada dasarnya, dia tidak setuju dengan prinsip demokrasi. “Sungguh aneh. Bagaimana mungkin, sebuah pemerintahan dipimpin oleh banyak orang.” Itu pemikirannya. Pernah suatu saat dia berdiskusi dengan penguasa Kota Mudamudabir yang mengaku sangat demokratis, untuk mempertanyakan jalannya demokrasi di kota ini. Dia punya prinsip yang kuat, tentu saja. Dengan prinsip itu, dia bahkan diusir secara halus dari ruangan penguasa kota setelah mendapat jawaban dari pertanyaan itu.

Itu adalah salah satu kisah Disa. Segala hal dia pertanyakan dan semuanya bisa terjawab walaupun sebagian besar jawaban itu sangat sangat tidak memuaskan. Tapi, ada satu hal yang belum terjawab,  yaitu bagaimana rasanya menjadi orang yang dipandang cantik oleh kebanyakan laki-laki. 

Disa bersyukur karena temannya, Firu adalah orang yang cantik. Mulailah dialog antar para pemikir dimulai..
Disa: “Firu, bagaimana rasanya jadi orang cantik ?”
Firu: “Apa yang kamu maksud dengan kata cantik ?”
Disa: “Umum sih. Ketika orang cantik lewat, banyak mata yang melihat”
Firu: “Haha..Sempit sekali definisimu. Tapi okelah, aku jelasin dari perspektifmu. Aku risih ketika dilihat terus-menerus oleh banyak lelaki. Aku mungkin terkenal, tapi aku ngerasa terpenjara dengan mata-mata itu.”
Disa: “Aku tidak mengerti apa maksudmu, Firu”
Firu: “Aku tidak merasa bebas dengan wajah ini. Ini, wajah pemberian Tuhan, yang sementara, justru memenjarakanku. Aku tidak ingin dilihat oleh banyak lelaki karena wajahku seperti ini.”
Disa: “Aku heran, kenapa kamu tidak bersyukur ? Taukah kamu, banyak wanita yang ingin menjadi seperdi dirimu.”
Firu: “Karena dengan wajah ini, aku merasa diikutin oleh mata-mata jahat. Mereka belum merasakan bagaimana menjadi seorang  dengan wajah seperti ini.”
Disa: “Ok,Bagaimana rasanya ?”
Firu: “Bisakah kau bayangkan ? Tiap hari, aku didatangi oleh orang yang berbeda-beda, tentu dengan cara terhormat. Mereka dengan modus yang elegan mengajakku berdiskusi. Aku tau, mana yang sungguh-sungguh ingin berdiskusi, mana yang hanya ingin mencari perhatianku. Aku tidak senang sama sekali dengan orang yang sekedar cari perhatian. Ingat, kita adalah pemikir ! jangan habiskan perhatian untuk hal-hal yang tidak penting”
Disa: “Wow.. Baru kali ini aku menemukan wanita yang justru merasa terpenjara dengan wajah cantiknya. Kamu harus diskusi dengan para wanita yang iri padamu.”
Firu: “Sungguh ? Aku pikir rasa risih seperti ini ada pada tiap wanita, tapi mungkin levelnya berbeda-beda. Anyway, aku justru ingin bebas seperti dirimu. Kau selalu memberi perhatian pada hal-hal yang tepat karena hanya ada beberapa pasang mata yang memperhatikanmu. ”
Disa: “Terima kasih kalau begitu... Maaf, aku harus pulang karena hari sudah malam. Kamu juga harus pulang karena mungkin masih ada mata-mata yang jahat. Keadaanmu lebih berbahaya di sini.”
Firu: “Terima kasih sudah mengingatkan. Ya, aku sudah mengantisipasi hal itu. Aku tidak mau menjadi bayang-bayang para pemilik mata-mata jahat itu, dalam angan ataupun mimpi mereka. Aku masih harus di sini untuk menjaga titipan buku-buku teman.”
Disa:”Oke kalau begitu. Senang bertemu denganmu, Firu. Hati-hati. Semoga Tuhan melindungimu dari mata-mata jahat.“
Firu: “Kau hati-hati juga. Kau tidak punya jaminan bebas dari mata-mata jahat.”

Sepanjang jalan menuju rumah inspirasi, Disa memikirkan kata-kata Firu kembali. Betapa tidak enaknya menjadi orang yang didewikan, bahkan lebih dari dewi kata orang-orang. Tiba-tiba, ada pertanyaan lain muncul dalam benaknya, “Apakah orang cantik yang merasa senang ketika banyak orang melihatnya, benar-benar merasa bahagia ?” Disa ingin bertanya pada seseorang, tapi tentu bukan Firu. Semoga esok hari ketika matahari di Kota Mudamudabir bersinar, ada seseorang yang dapat menjawab ini.

Jumat, 25 Januari 2013

Tetep Seksi tapi Tejaga


Simak percakapan antara dua cewek ini: si Seksi (A) & si Seksi tertutup (B). Mereka saling bertukar pikiran tentang berpakaian. Si A terobsesi ingin tampil seksi agar dilihat sebagai orang yang menarik, sedangkan si B cenderung tidak ingin mengumbar ke seksiannya walaupun dia mantan model.

Saat nongkrong di mall…

A: Eh, Gue ngiri nih sama cewek-cewek itu.
B: Cewek-cewek mana coba ? Di sini banyak cewek. Kita juga cewek. Hehe
A: Itu loh. Mereka yang tampang model. Pake hak tinggi, betisnya proporsional, rambutnya bagus, bajunya biasa-biasa aja sih, tapi keren… Wuiih badannya bagus.
B: Wah, lu dah kemakan kata-kata iklan. Emang lu ga ngerasa diri lu seksi ?
A: Haduh. Kalo gue seksi, dari dulu mah pake baju yang lagi in, kayak mbak mbak model tadi itu tuh. Keren kan kalo badan gue tuh bagus & bisa dipuji banyak orang.
B: Kalo menurut gue, seksi itu ga harus langsing kayak model-model di media masa kok. Emang  badan yang bagus mesti dipamerin di depan umum gitu ?
A: Eh lu mantan model kok ngomong gitu sih ? Perasaan lu juga ga kalah seksi sama mereka.
B: Ya, gue masih seksi kayak dulu, tapi sekarang sadar kalo keseksian gue ga jadi konsumsi publik ! Liat kan, gue ogah pake baju yang buka-bukaan.
A:  Kenapa pikiran lu berubah ? Bukannya lu seneng ya selama jadi model yang bersedia pake baju apa aja sesuai permintaan agency model ?
B: Ya, dulu. Tapi sekarang gue sadar. Gue ga bisa seenaknya disuruh pake baju apa aja. Ga pantes ahh, buka-bukaan gitu. Seksi sih tetep. Tapi kalo nunjukkin keseksian gue di depan umum, no way !
A: Trus, lu anti sama tren mode gitu ? Ga gaul dong jadinya.
B: Bukannya anti, tapi ga mau terus-terusan kebawa arus. Kalo ngikutin tren yang baik-baik sih, ga masalah.
A: Emang bisa yang baik-baik maksud lu tuh kayak gimana ?
B: Kayak gini say. Boleh pake baju seksi, asal ga di depan umum. Setelah gue belajar dikit-dikit tentang Islam, ternyata gue sadar kalo yang gue lakuin selama ini tuh salah. Ga baik ah, ngumbar-ngumbar keseksian sama sembarangan orang.
A: Oh gitu ya.. Mikir-mikir dulu nih. Perkataan lu ada bagusnya juga. Thanks yaa.
B: Yoi, jadi intinya, kita sebagai cewek boleh aja seksi, tapi tutupin keseksian lu itu kecuali sama orang yang berhak, suami lu tuh. Seksi tetep seksi, tapi jangan diumbar-umbar ya say : )



Rabu, 23 Januari 2013

Cerita seseorang yang...

Keburu isi kepalaku luber, aku mesti tulis ini segera.
Hanya sebuah cerita sebagai perumpamaan sederhana.


eni hidup di sebuah pulau dengan banyak teman.
Suatu hari, dia akan pergi ke pulau lain. Di kepalanya, dia menamakan "negeri nun jauh di sana".
Itulah sebuah tekad yg tak terelakkan.
Tak ada yang bisa menghapusnya dari niat dan ingatan.
Kecuali Sang pembolak balik hati

niat bulat. Usaha meningkat. Eni mulai melihat peta perjalanannya, memilih kapal terbaik, berguru pada ahlinya, dan mencari teman yang mau ikut dalam perjalanan panjang.

Yang jadi masalah adalah kapan, ke mana tepatnya, dan dengan siapa.
Pertanyaan terakhir yang jdi perhatian utama saat ini.
Kenapa? Taulah, perjalanan ke sana dan selama di negeri itu berbahaya. Terlalu riskan jika sendirian. Perjalanan ke negeri itu bukan tujuan semata. Ketika sudah sampai sana, ada beban berat yang akan diemban. Sungguh, bukan beban ringan karena dilatarbelakangi untuk membantu menebar cahaya pada negeri itu. Belun lagi banyaknya perangkap syaithan yang dengan mudah mengalihkan niat awalnya.

Tau diri, Eni yang mudah terjatuh butuh teman yang kuat. Ketika jatuh karena ditendang orang tak bertanggung jawab, ada yang bersedia menolongnya untuk berdiri lagi. Itu salah satu yang dibutuhkannya.

Bukan menjadi pekerjaan utama untuk mencari siapa orang yang memenuhi kriteria untuk menjadi teman berpetualang. Dia yakin ketika memang sudah siap berangkat, akan ada orang yang mendatanginya. Dia tidak berniat mencari ke sana kemari, hanya bersiap dan menunggu disamperi. Kapan siap berangkat, itu juga masih jadi misteri. Bahkan apa kriteria teman yang terbaik untuknya, dirinya pun tak mengetahui lebih dari sekedar "yang ideal" menurutnya. Karena yang ideal belum tentu yang terbaik, hanya Tuhan yang tau apa kriteria-kriteria itu sepenuhnya.

19 Januari 2013


Kamis, 03 Januari 2013

Hijab Syar’i dan Fashion: Teman atau Lawan ?


Saya pernah browsing kata “hijab” di suatu search engine. Hasil pencarian cukup mengejutkan, kawan. Sebagian besar link yang muncul adalah mengenai hijab sebagai fashion, seperti tutorial memakai hijab, hijab style, dan toko hijab. Hal yang sama muncul ketika kata kunci diganti dengan “kerudung” atau “jilbab.” Ketika melihat gambar-gambar hasil pencarian, terlihat banyak foto para wanita dengan kerudung bewarna, dari yang syar’i sampai yang tidak, style beragam. Semuanya terlihat menarik. Ketika di dunia nyata, saya sering melihat wanita yang memakai hijab dengan karakteristik seperti yang disebutkan sebelumnya. Hal itu menunjukkan bahwa hijab menjadi suatu fashion, yaitu gaya terbaru atau yang populer pada busana atau tingkah laku. Hal itu sudah terbukti: hijab semakin terkenal, sudah masuk di dunia mode, bahkan gaya-gaya berhijab terus berganti.
Di balik populernya hijab sebagai fashion, sebenarnya apa esensi dari hijab itu sendiri ? Sebenarnya, hijab merupakan kewajiban bagi para wanita yang beragama Islam, atau muslimah. Perintah Allah tersebut dapat dilihat dalam surat al-Ahzab ayat 59 dan an-Nur ayat 31. Surat Al-Ahzab ayat 59 berisi mengenai kewajiban untuk menutup aurat bagi muslimah. Berikut adalah terjemahan isi ayat tersebut.
“Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebenarnya jilbab dan hijab adalah benda yang berbeda. Jilbab adalah baju panjang yang  menutupi seluruh tubuh, Jilbab tentunya tidak membentuk tubuh wanita dan tidak transparan. Sedangkan hijab mempunyai makna benda yang menutupi sesuatu. Di tulisan ini, hijab yang dimaksud adalah kerudung sebagai penutup aurat, yaitu rambut wanita. Ada dalil lain mengenai syarat hijab dalam An-Nur ayat 31.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,…”
Dari ayat tersebut, disebutkan bahwa syarat hijab yang benar atau syar’i adalah menutupi bagian dada. Syarat lain adalah tidak transparan karena arti hijab sendiri adalah penutup. Kalau  masih transparan dan tidak menutupi bagi dada, hijab itu belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Lihat kembali contoh pengalaman browsing mengenai hijab. Sangat sedikit website yang membahas esensi hijab, seperti dalil-dalil mengenai kewajiban berhijab, hijab yang syar’i itu seperti apa, ataupun tulisan yang mengkritisi hijab jaman ini. Ketika kita melihat di tempat umum atau jalan-jalan, para wanita berhijab dengan style apapun dapat ditemui. Sayangnya, wanita dengan hijab yang benar-benar hijab tidaklah banyak. Seakan-akan hal mendasar dari hijab itu sendiri justru dilupakan oleh masyarakat luas. Kemungkinan lain adalah banyak orang yang belum tahu mengenai hijab syar’i. Karena alasan itulah, hijab syar’i belum menjadi trend di Indonesia.
Memang pengalaman browsing di internet dan pengamatan sehari-hari tidak dapat menjadi indikator yang pas untuk mengukur tingkat kepedulian masyarakat tentang esensi berhijab, namun hal itu dapat menjadi gambaran secara umum. Setidaknya, kita menjadi tahu bahwa hijab syar’i belum menjadi sesuatu yang masuk dalam daftar hijab fashion di Indonesia. Padahal dunia akan indah jika hijab syar’i menjadi fashion di negeri ini, terlebih lagi jika para wanita paham akan esensi dan menyadari pentingnya memilih hijab syar’i daripada yang bukan.
Kenyataan jaman ini adalah kebanyakan hijab yang populer di Indonesia itu tidak syar’i. Walaupun begitu, bukan berarti hijab-hijab tersebut itu dimusnahkan sama sekali hingga hanya ada hijab syar’i yang cenderung kurang populer. Jika itu terjadi, tidak ada orang yang tertarik memakai hijab sama sekali. Ada satu keuntungan ketika hijab menjadi suatu yang populer walaupun itu tidak syar’i. Dengan populernya hijab, diharapkan banyak orang yang tahu dan tertarik menggunakan hijab. Siapa tahu, hijab fashion itu memotivasi muslimah yang belum berhijab untuk menggunakannya. Mungkin pada awalnya hanya sebatas tertarik untuk memakai tanpa tahu esensi memakainya, tapi itu tidak masalah.
Dengan memakai hijab walau belum syar’i, muslimah yang baru memakai hijab semakin lama akan merasa nyaman dan berpikir bahwa hijab adalah suatu pelindung baginya. Itu terjadi jika dia masih menerima hidayah Allah. Setelah memakai hijab juga, diharapkan mereka akan menyadari apa esensinya, termasuk kewajiban bagi muslimah untuk berhijab dan hijab yang benar itu seperti apa. Ketika sudah paham, dia akan mengubah style berhijab dari yang belum syar’i menjadi hijab yang syar’i. Proses itu tidak lepas dari peran muslimah dengan hijab syar’i dalam memahamkan mereka dan tentu saja hidayah dari Allah. Butuh proses yang bertahap pula karena perubahan menjadi lebih baik tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Fashion dapat berkontribusi bagi hijab syar’i menuju popularitasnya, namun usaha untuk mencapai itu tidak mudah. Semoga ada pelopor desainer hijab syar’i yg mempopulerkannya. Ketika semakin banyak desainer hijab syar’i, hijab yang benar pun jadi populer. Dengan populernya hijab syar’i, semakin banyak muslimah yang ingin berhijab dengan syar’i. Itu menjadi bukti bahwa hijab syar’i tidak selalu menjadi lawan dari fashion karena hijab syar’i sendiri dapat menjadi fashion. Dunia akan indah ketika muslimah di seluruh dunia dapat mengikuti fashion tanpa harus mengabaikan hal yang syar’i.





Referensi:

Jumat, 21 Desember 2012

Tujuan dan Petunjuk


Hei kawan, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri soal ini: Apa tujuan akhir dalam hidupku ? Apa yang melatar belakangi itu ? Bagaimana cara mencapai tujuan itu ? 

Kalau pandanganku, seperti ini nih. Sebagai muslim, tujuan akhirku berhubungan dengan Tuhan semesta alam, yaitu Allah. Mau mencari ridho, membuat Allah seneng, tuk beribadah pada Allah, atau lainnya yang artinya kurang lebih sama. Hal yang melatarbelakangi tentunya adalah “karena Allah.” Cara mencapai tujuan itu adalah mengikuti petunjuk Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an sebagai wahyu Nya. Btw, itu adalah pandangan ideal, aku sendiri merasa belum berpandangan seperti itu sepenuhnya, tapi mencoba menjadi seperti itu.

Kenapa tujuan akhir berhubungan dengan Allah ? Karena Dia yang Maha kekal. Kalau tujuan akhir berupa hal-hal material atau lainnya yang bersifat sementara di dunia dan kita berhasil mencapainya, yakin deh... kebahagiaan yang manusia alami juga bersifat sementara walaupun meluap-luap. Logis kan ?

Kalau tujuannya berhubungan dengan Allah, pasti latar belakangnya juga berhubungan dengan Allah. Kita sebagai manusia mempunyai “hutang” pada Allah karena Dia menjadikan manusia makhluk sempurna sedemikian rupa. Mulai dari menjadikan manusia yang belum berwujud hingga berwujud seperti ini, memberikan segala hal termasuk rejeki dalam bentuk apapun, memberlakukan aturan yang terbaik untuk manusia, bahkan jauh sebelum itu ada sejarah yang mungkin ga banyak orang tau. Sebelum ruh manusia berada dalam janin, tiap ruh ditanyakan oleh-Nya “Bukan Aku ini Tuhanmu ?” mereka (para ruh) menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami, kami bersaksi)” (Al-A’raf: 172.) Dari awalnya, tiap manusia sudah berjanji seperti itu, ga heran bayi selalu terlahir dalam keadaan suci dari dosa.

Untuk mencapai tujuan akhir, diperlukan petunjuk. Itulah Al-qur’an. Kenapa Al-qur’an ? itu adalah wahyu dari Allah yang mengetahui segalanya. Al-qur’an sejak diturunkan melalui nabi Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam sampai sekarang masih orginal dari Allah, bahkan berlaku hingga hari kiamat. Al-qur’an mengandung semuanya dari Allah, pedoman hidup manusia yang meliputi aturan, larangan, ilmu, petunjuk, dll. Ada banyak dan aku belum tau semuanya.

Kalau hidup ga dibimbing wahyu, akibatnya bisa fatal. Analoginya seperti ini. Mau pergi dari Jakarta ke Leiden bagi yang belum tau arahnya, perlu petunjuk ke sana. Entah peta, tanya-tanya orang, browsing di internet, apapun caranya biar sampai. Kita pati bakal butuh bimbingan, ga mungkin mengandalkan diri kita sendiri. Kalau cuma mengandalkan diri sendiri, peluang tersesat bakal lebih gedhe.

Yang perlu diperhatikan adalah petunjuk bisa bener, tapi bisa salah. Kalau peta, bisa aja ada simbol-simbol yang salah. Kalau tanya orang, bisa aja orangnya nipu atau kurang tau. Browsing di internet pun juga belum tentu menghasilkan informasi yang detail. Semua itu buatan manusia. Aku ga bisa membuat analogi sempurna karrna Al-qur’an mencakup semuanya. Kalau dikembalikan ke analogi tadi, Al-qur’an bagaikan peta yang benar, orang yang tau & jujur, sarana browsing yang paling komplit. Kembalikan pada asalnya, Allah yang Maha tahu.

Allah dah kasih kita petunjuk. Kalau kita ga mau ikut petunjuk itu, ga ngerti arah hidup manusia itu ke mana. Itu yang terjadi pada kaum sekularis. Mereka punya tujuan membangun negara yang maju, secara implisit, mereka bilang ga perlu bimbingan wahyu. Yakin maju ? Emang kriteria maju tuh apa sih ? Maju itu mau maju ke mana ? Oke lah, kalau mau bilang maju itu banyak bangunan, transportasi umum lancar, banyak orang kaya, budaya dilestarikan, anak-anak ditargetkan untuk berprestasi di bidang masing-masing, dll. Emang kriteria itu berlaku sampai 20-50 tahun kemudian ? Jaman berubah juga. Kalau hanya mengandalkan studi futuristik, itu ga cukup karena pasti ada error dalam tiap studi. Ingat, otak manusia yang luar biasa ini tetap mempunyai batas.

Beda kalau orang-orang mau mengikuti wahyu dari Allah (Al-qur’an). Tujuan hidup manusia adalah beribadah pada Rabbnya karena itulah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia (Adz-Dzariyaat: 56). Segala aturan, arahan yang mencakup segala aspek kehidupan tersedia di sana. Mungkin ada yang merasa tertekan, ga bebas, atau terlalu diatur. Negara Madinah di mana ada berbagai kaum dengan berbagai agama hidup di situ, dipimpin Rasulullah Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam, damai dan sejahtera. Bisa seperti itu karena negara Madinah saat itu dipimpin oleh orang yang mengambil wahyu sebagai jalan hidupnya dan menerapkannya dalam kehidupan bernegara.

Pada intinya, tujuan akhir yang dikaitkan dengan yang abadi, Allah, dilatarbelakangi karena-Nya, dan dengan cara-cara berdasarkan wahyu, insyaAllah bisa bahagia hidup di dunia dan di kehidupan setelah mati.

Ini yang aku yakini, gimana dengan keyakinanmu ?


*Sekularis. Sekuler berasal dari bahasa latin: Saeculum yang artinya sekarang/kini di dunia. Berarti, hanya memikirkan yang ada di dunia saat ini, menghilangkan simbol-simbol selain dunia, yaitu kehidupan akhirat.

Terinspirasi dari buku "Islam dan Sekularisme" karya Prof. Muhammad Naquib Al-Attas.