Baru nongol lagi nih setelah sekian lama ga nge-blog.
Alhamdulillah, aku kembali ke rumahku di Jogja setelah 4,5 tahun merantau di kota orang. Memang rumah Jogja ini bukan tempat kembaliku yang sebenarnya. Kita semua akan kembali pada Allah kan, badan aja bakal hancur dimakan mikroba di tanah, bener ga ?
Terus, apa yang akan aku lakukan setelah selesai masa studi di tanah rantauan ?
Setelah beberapa kali mempertimbangkan & mohon petunjuk Allah, aku tetapkan diri untuk tinggal di Jogja dalam jangka waktu yang lama, bukan seperti liburan yang hanya beberapa minggu saja. Berharap bisa lanjut kuliah di sini dan ya.. Entah ke mana lagi setelah itu. *Parah, padahal semestinya dah mulai punya proyeksi karena itu ditanyakan saat seleksi ujian masuk.
Balik lagi ke rumah Jogja, bakal ada banyak sekali hal yang membuat mata melebar, dada sesak, alis terangkat, terlinga panas, dan sebagainya. Gimana ga ? Aku hidup bersama orang-orang dari 3 generasi: eyang, bapak ibu, adek-adek. Eyang dengan karakteristik orang dari cohort 1930-an, bapak ibu sebagai orang dewasa madya, dan adek-adek yang masyaAllah bervariasi (late childhood, early adolescence, middle adolescence). Mereka punya keunikan masing-masing, value yang berbeda pula. Konflik sangat mungkin terjadi. Sebuah setting yang menurutku baru, bagi anak yang sudah biasa jauh dari rumah.
Tempat belajar hidup nih.. Belajar dalam arti luas, termasuk tetap lanjut mempelajari hal-hal yang didapatkan selama di Depok. Walaupun aku punya tampang pengangguran gini, rasanya seperti kuliah. Masih ada proyek nulis, bantu penelitian dosen, lanjut baca-baca buku psikologi Islam, dsb. Yang bikin seru adalah, gimana caranya bisa jalanin hidup sebagai manusia dengan multi peran: mbak, anak, cucu, pelajar. Pas belajar, ujug-ujug dipanggil. Lagi ngerjain tugas diminta ke dapur. Lagi nulis diajak ngobrol. Harus bisa menyesuaikan diri.
Tempat belajar lebih dari sekedar memperbaiki skill mengelola peran, tapi juga meningkatkan kematangan jiwa. Ga boleh egois, menahan nafsu yang cenderung pada hal-hal duniawi, menahan emosi negatif yang akan terekspresikan, ga boleh gampang mengeluh, dan sebagainya. Memang di sini bukan tempat yang bagus untuk pematangan jiwa, tapi ini adalah ujian.
Entah sampai kapan bisa belajar hidup di sini, yang jelas aku coba ikuti saja skenario yang dibuat oleh Pembuat Skenario Terbaik sepanjang masa.
Sabtu, 14 Maret 2015
Kembali ke rumah, kembali menulis
Diposting oleh RIZKA di 22.59 0 komentar
Label: my experience
Kamis, 18 September 2014
Pelajaran di balik sakit
Beberapa hari ini
aktivitas-aktivitas sengaja aku kurangi. Rasanya pengen banyak istirahat.Benar
kan? Daripada memaksakan diri ke kampus dalam rangka mengerjakakan skripsi,
sementara mau bernapas aja agak susah, lebih baik istirahatkan diri dan jangan
terlalu banyak mikir. Itu pelajaran yang bisa diambil dari sakit: secara tidak
langsung terbebaskan dari kesibukan beberapa saat. Yeay !
*Salah fokus.. Bukan, bukan itu
pelajaran utamanya.
Jauh dan lebih dari sekedar
membebaskan diri dari kesibukan, aku bisa petik beberapa “buah” pelajaran dari
“pohon” sakit flu berat ini yang mengakibatkan agak susah bernapas:
1 1. Aku
semakin ingat, Allah yang menyembuhkan siapapun dari sakit, sementara obat
hanyalah bantuan tambahan. Mengingat Allah (dzikrullah) adalah obat untuk jiwa,
sementara makan atau minum yang masuk pencernaan adalah obat untuk badan. Jadi,
perlu berdo’a juga kalau memang ingin sembuh.
2 2. Berusaha
untuk sabar. Menahan diri dari mengeluarkan keluhan yang tidak bermanfaat, optimis
bakal sembuh, dan terus berusaha untuk sembuh. Usahaku antara lain: menghindari
angin malam, minum ramuan-ramuan herbal, banyak minum air putih hangat, dan
istirahat yang cukup.
Aku juga bukan
tipe orang yang gampang minum obat kimiawi dan ke dokter untuk mendapatkan
resep obat. Menurutku, obat dari bahan alami jauh lebih baik daripada obat
kimiawi walaupun proses penyembuhannya lebih lama. Jauh lebih baik repot-repot
meracik minuman jahe, madu dicampur jeruk nipis, merebus air, daripada minum
obat kimiawi yang instan. Sakit seperti pilek, demam, dan batuk, itu semua kan
reaksi tubuh setelah ada benda asing, seperti virus atau bakteri yang masuk. Lendir
saat pilek membantu memblokir benda asing yang berusaha masuk ke tubuh, supaya
jangan sampai masuk lebih jauh. Begitu juga dengan panas tubuh tinggi dan
batuk. Semua punya fungsi masing-masing.
Jadi, bukan
batuk atau pileknya yang semestinya segera dihilangkan, tapi gimana caranya menjaga
daya tahan tubuh tetap fit. Proses
ini yang membutuhkan waktu yang lebih lama. Itu pengetahuanku seputar kesehatan
sebagai alasan untuk selalu berusaha berpikir positif ketika sakit dan tidak
terburu-buru untuk mengkonsumsi yang instan.
3 3. Tetap
menyerahkan semuanya kembali pada Allah. Memang aku berusaha dan optimis untuk sembuh,
tapi soal kapan sembuhnya, itu terserah Allah. Kalau masih tetap sakit, yakin
saja, pasti ada pelajaran di balik sakit ini. Sakit adalah kesempatan bagi
badan untuk beristirahat. Badan yang sering kali kita paksa untuk bekerja
melebihi kemampuannya. Lebih jauh lagi, sakit adalah momen yang tepat untuk melakukan perenungan yang
hampir tidak pernah dilakukan selama kita sehat. Serasa Allah berkata, “Lihat
dirimu, Rizka. Apa yang kamu bisa dapatkan dari kejadian berupa sakit ini ?”
Soal skripsi yang terhambat, tidak perlu dibuat sulit. Alhamdulillah, aku masih
bisa mengerjakan tugas akhir itu walaupun progresnya lambat. InsyaAllah, lulus
semester ini !
Kurasa aku sudah cukup kenyang
memakan “buah” pelajaran dari “pohon” sakit. Setelah kenyang, aku harus minum
air “kesimpulan” sebagai penutup. Jadi, sakit bukanlah sebuah malapetaka karena
ada pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari itu, kalau kita memang berusaha
mengambil pelajaran.
Semoga kita termasuk orang yang
pandai mengambil pelajaran yaaa : )
Diposting oleh RIZKA di 20.42 0 komentar
Label: Islam, my experience, psikologi, tashowwuf, tips
Jumat, 05 September 2014
Hikmah dalam Hantaman, Pelajaran dalam Intimidasi
Tau rasanya dihantam pakai batu bata ? sakit kan…
Anggap saja intimidasi adalah hantaman batu bata itu. Suatu
saat, ada orang yang berniat baik memberikan motivasi, tapi sayangnya dia
memotivasiku dengan cara yang kurang tepat. Mungkin dia yang tidak terlalu
mengenalku atau bisa jadi memang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain,
jadi merasa biasa saja ketika memotivasi dengan cara yang menurutku
mengintimidasi.
Ketika mengingat perkataan yang diklaimnya sebagai motivasi,
sejujurnya aku setuju dengan apa yang dikatakannya, tapi di sisi lain rasanya…
sengit tenan, dongkol, males ngadepin dia. Intimidasi tetap lah intimidasi,
menyakitkan, seperti dihantam batu bata, jauh lebih sakit dibandingkan dihantam
kapas dengan berat dan kekuatan yang sama dengan hantaman batu bata. Hantaman
itu membuatku lemah, enggan berhadapan dengan sumber hantaman itu.
Aku pun berpikir, rasanya ada yang salah. Semestinya aku
harus lebih kuat.
Kontemplasi singkat.. Ternyata Allah memberiku petunjuk. Aku
mendapatkan pelajaran:
1 1. Dalam hidup ini pasti ada orang yang zholim,
tidak ada manusia yang Maha adil. Pasti ada orang yang berkata-kata tanpa
memikirkan kondisi lawan bicaranya, tidak empati, semaunya saja menggunakan
mulut.
2 2. Yang jadi persoalan adalah bagaimana caranya aku
bisa menangkis hantaman, bukan menjauhi sumber hantaman karena hantaman pasti
selalu ada. Menjadikan hati lebih kuat menghadapi orang yang berbicara
semaunya, sementara kebiasaan bicara semaunya sulit dihilangkan dari diri orang
lain dan itu sulit dijauhi.
3 3. Solusi utama adalah minta pada Allah untuk
menguatkan hati. Hati yang kuat membuat kita mampu menangkis hantaman, dibantu
dengan pengalaman empiris. Hati yang kuat juga membuat diri mampu berpikir
jernih, sehingga bisa mengambil hal positif dari sebuah intimidasi. Perilaku
pun juga membaik akhirnya.
Lain kali, ketika hantaman serupa datang, aku akan
menghadapinya dengan tenang dan berpikir positif, insya Allah. Motivasi dalam
intimidasi akan aku ambil, walaupun intimidasi akan aku lupakan.
Kalau ada yang menghantam dengan mengatakan “keluar dari
zona nyamanmu !”. Aku akan menanggapi, “Ya, aku akan melakukannya, tapi
sekarang bukan waktu yang tepat.” Masih ada hantaman lain yang lebih penting
untuk diurus. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti kesibukan dan kesiapan hati. Akan berbahaya
kalau aku memaksakan diri untuk keluar dari zona nyaman sementara ada tugas
lain yang lebih penting untuk diselesaikan dan hati belum siap. Aku yang lebih
mengenal diriku, Allah yang paling mengenal diriku. Aku yang lebih tahu dan
berhak mengatur diriku tentang kapan aku akan keluar dari zona nyaman,
dibandingkan manusia lain.
Memang, manusia bukan yang Maha adil, pasti pernah berbuat
zholim.
Semoga Allah mengampuni yang berbuat zholim dan akhirnya
kita semua bisa mengambil pelajaran dari kesalahan yang telah diperbuat.
Diposting oleh RIZKA di 20.01 0 komentar
Label: Islam, my experience, psikologi, tips
Senin, 25 Agustus 2014
Memimpin diri dulu
Lihat ke sana ke mari, tapi lupa lihat diri sendiri.
Bagaimana keadaan diri yang tak peduli dengan diri sendiri ?
Bisakah ?
Seseorang membantu orang lain mengendalikan diri, sementara mengendalikan dirinya sendiri saja tidak bisa ?
Menolong orang lain dengan baik, sementara menolong diri sendiri saja masih sulit ?
Mendidik orang lain dengan benar, sementara mendidik diri sendiri sana belum mampu ?
Memimpin beberapa orang dengan benar, sementara memimpin diri sendiri saja masih kacau ?
Kalau belum peduli dengan diri sendiri yang lebih dekat dari sejauh mata memandang, telinga mendengar, ataupun kulit merasa, coba mulai perhatikan diri sendiri. Di dalam diri, terdapat hati. Hati yang memimpin, itulah diri yang berhasil ! Keberhasilan memimpin diri akan mengantarkan pada keberhasilan memimpin lainnya, di samping mempelajari ilmu-ilmu kepemimpinan.
Selamat mencoba !
Diposting oleh RIZKA di 23.09 0 komentar
Minggu, 17 Agustus 2014
Memimpin diri sendiri: Antara raja dan tentara dalam kerajaan tubuh manusia
Teringat pada pernyataan Imam Abu
Hamid Al Ghozali dalam Buku “Keajaiban Hati”. Tubuh manusia ibarat kerajaan.
Hati (qalb) sebagai raja yang memimpin, akal sebagai perdana menteri, syahwat (sepertinya
juga mencakup hawa nafsu) sebagai tentara. Ada pula anggota tubuh, indera,
segala daya yang dipunyai manusia. Tiap-tiap komponen memiliki peran
masing-masing. Jika ada satu saja yang membelot dari perannya, kehancuran pada
kerajaan bisa terjadi.
Ada satu yang berpotensi untuk
membelot dan mengacaukan sistem kerajaan tubuh, yaitu hawa nafsu. Dia haus akan
kekuasaan. Kekuatannya sebagai tentara tidak dianggap remeh. Ketika berkuasa,
semua tentara yang lain dan warga kerajaan dipaksa tunduk padanya. Hawa nafsu
yang memimpin membuat manusia marah karena hal sepele, dendam ketika disakiti
orang lain, atau haus akan jabatan agar dirinya berkuasa atas orang lain. Itu
contoh-contoh perilaku orang yang dalam hatinya ada penyakit. Kacau bukan ? Itu
sebabnya hati lah yang punya otoritas memimpin karena ia tempat cahaya Allah
bersemayam. Hati yang sehat bagaikan representasi Allah dalam kerajaan tubuh
manusia. Beda sekali dengan hawa nafsu yang bisa mengacaukan. Meskipun begitu,
peran hawa nafsu sangat dibutuhkan.
Bisa dibayangkan, bagaimana
jadinya kerajaan tanpa tentara ? Musuh yang datang menyerang akan membuat
kerajaan hancur. Kerajaan tubuh tanpa hawa nafsu membuat manusia hidup tanpa dorongan,
motivasi, tidak punya keinginan apapun, tidak marah ketika kebenaran
dilecehkan, tidak semangat ketika ada kesempatan emas datang. Hidup rasanya
datar-datar saja. Ingat, ini kerajaan tubuh manusia, bukan malaikat !
Hawa nafsu pun bisa menjadi tentara
tangguh yang melindungi dan mendorong kerajaan tubuh agar tetap maju. Ia pun
juga bisa berpotensi untuk mengacaukan kerajaan.
Kapan hawa nafsu bisa jadi
tentara yang baik atau pengacau kerajaan ?
Lihat lagi, dia menjadi tentara
bagi siapa ? Pada hati tempat cahaya Allah masuk, atau pada syaithan yang
jelas-jelas tugasnya mengganggu manusia ?
Tentu saja hawa nafsu harus
tunduk pada hati. Hati sebagai raja dan hawa nafsu sebagai tentara. Dijamin,
kerajaan damai dan aman. Ini terjadi ketika raja sedang kuat. Ketika melihat
hawa nafsu berusaha melakukan kudeta terhadap raja dengan kepentingan buruk,
dia akan dengan tegas berkata, “Hei kamu, Diam ! Aku raja, kamu tentara. Jadi
kamu yang harus patuh padaku. Lakukan tugasmu sebagai tentara.” Hawa nafsu pun akan kembali taat, “Ya Tuan,
maafkan aku. Aku akan kembali bertugas.”
Berbeda halnya ketika raja sedang
melemah dan hawa nafsu berkuasa. Dia membawa kepentingan syaithan yang tidak
sesuai fitrah manusia, jelas-jelas menyimpang dari visi misi awal kerajaan
tubuh, yaitu beribadah pada Allah. Kerajaan akan terus kacau selama raja masih
lemah karena dia belum bisa bertugas. Maksiat akan terus dilakukan. Raja juga
bisa tertidur atau bahkan mati (hati yang dikunci mati karena saking bebalnya,
menolak hidayah Allah). Sayangnya tidak banyak manusia yang menyadari bahwa
raja di dalam dirinya sedang tertidur.
Raja yang tertidur masih bisa
bangun. Seberapa lama ia tidur bergantung pada kualitas manusia itu sendiri.
Ketika raja terbangun, ia akan langsung mengambil alih kerajaan dari hawa nafsu
yang mengacau. Manusia yang bermaksiat pun akan menyesal, beristighfar,
melakukan muhasabah. Inilah manusia yang hatinya memimpin kerajaan tubuh. Dia
berhasil memimpin dirinya !
Diposting oleh RIZKA di 22.40 0 komentar
Sabtu, 28 Juni 2014
Fokus Riz.. Fokus !
Marhaban Ya Ramadhan !
Semoga kita bisa mengisi Ramadhan ini untuk memperbaiki
diri, kawan.. Ambil hikmah semua kejadian yang menimpa. Nah, kali ini aku mau
cerita kejadian yang ‘ajib di malam pertama Ramadhan. Kenapa sampai aku bilang
‘ajib alias menakjubkan ? Simak cerita berikut..
Sudah dengar pengumuman bahwa besok adalah 1 Ramadhan,
berarti malem ini sudah mulai sholat tarawih. Aku sengaja sholat di MUI.
Seperti biasa, di awal Ramadhan masjid masih penuh. Masih semangat-semangatnya
nih (harapannya tiap orang punya semangat yang konsisten untuk seterusnya).
Saking semangatnya, anak-anak juga ikut orang tuanya ke masjid.
Mereka bertaburan di masjid. Posisiku aja berdekatan dengan
mereka. Di depan ada seorang ibu dengan 2 anak perempuan yang banyak geraknya,
di sebelah kiri juga ada ibu dengan satu anak perempuan dan satu anak
laki-laki.
Kejadian yang ‘ajib ini dimulai ketika sholat ‘isya.
Pengennya kalau sholat bisa khusyu’, tapi ternyata Allah mengujiku dengan
terlihatnya setitik cairan coklat tua di tempat sholatku. Perhatianku sempat
teralihkan, konsentrasi saat sholat buyar, tapi aku tetap berusaha
mengembalikan perhatianku pada-Nya. Cairan itu aku lupakan, lalu ternyata
stimulus serupa muncul melalui indera lain. Kali ini bukan lewat mata, namun
lewat hidung. Pas sujud, aku mencium aroma permen kopi. Hummmm. Harumnya.
Untungnya ini ga terlalu mengganggu. Lebih baik daripada sujud di alas yang bau
apek.
Selesai sholat, aku baru bisa menghilangkan pemandangan yang
mengganggu itu. Minta tisu pada ibu di sebelahku, lalu aku bersihkan. Ibu itu
juga bilang, “Ngilangin permen kopi ya ?”
Aku jawab “Ya”
“Di tempat lain juga banyak tuh. Tadi ada anak-anak main,
mungkin permennya jatuh.”
Baiklah. Jadi ini ulah anak-anak. Kumaklumi.
Sholat berjalan normal, ga ada masalah sampai sholat witir.
Kejadian ‘ajib muncul lagi saat sholat witir. Dua anak perempuan di depanku
mulai berulah. Lari-lari memotong shof sholat, termasuk punyaku. Salah satu
dari mereka narik-narik mukena ibu-nya, terus dibawa muter mengelilingi beliau.
Sempet kejar-kejaran sambil muterin ibunya. Parahnya, salah satu anak itu ga
sengaja menginjak susu kotak yang ada di dekat ibunya.
“Craaat,” andaikan telingaku bisa mendengar pemandangan itu,
suaranya air susu yang muncrat mungkin akan seperti itu. Dengan cepat air itu
membasahi tas mukena milik orang lain yang sholat di sebelahku.
Sudah deh. Konsentrasiku buyar. Buktinya, aku masih ingat
kejadian itu dan bisa menggambarkan dengan jelas melalui tulisan ini. Apalagi
aku risih lihat air tumpah. Kalau ada air tumpah di kamar, biasanya langsung
aku lap. Sayangnya, aku ga bisa melakukan itu karena sedang sholat.
“Riz.. fokus Riz. Balik ke sholat. Ayo, berusaha khusyu’”
Ah.. itu pasti si hati sudah mulai mengingatkan. Tapi
rasanya susah sekali bagi si akal untuk memusatkan perhatian kembali pada
aktivitas sholat. Pemandangan barusan benar-benar membekas, apalagi mereka
masih melanjutkan aktivitas mereka.
Wajar sih, masa anak-anak memang lagi banyak gerak. Inget
mata kuliah psikologi perkembangan. Tahap early childhood itu anak sedang
mengembangkan gross motor skill, atau
keterampilan motorik kasar. Wajar saja mereka banyak berlari. Aku maklum dengan
itu. Di sisi lain, aku lihat ibu dengan dua anak di sebelahku. Salah satu
anaknya sholat dengan cukup tertib. Ga buat masalah. Aku ga tau apa persisnya
yang membuat perbedaan perilaku anak. Bisa karena cara orang tua mendidik anak,
lingkungan di rumah, atau dari karakter anak itu sendiri.
Dari kejadian ‘ajib itu, aku bisa mengambil dua hikmah:
1. 1. Ini beneran ujian dari Allah. Dia menguji
kekhusyu’an sholatku. Lain kali, aku harus tetap mempertahankan kekhusyu’an
sholat dengan memilah dan memilih stimulus dari luar, mana yang perlu
diperhatikan, mana yang harus diabaikan. Yang perlu diperhatikan contohnya
seperti Rasulullah Sallahu ‘alahi Wassalaam yang memperlama sujud ketika cucu
beliau duduk di punggung. Kalau dianggap ga penting, bisa saja beliau bangkit
dari sujud sementara cucunya jatuh. Sementara stimulus yang seharusnya
diabaikan adalah kejadian yang aku alami sebelumnya. Serius, kalau
dipikir-pikir ga penting banget memikirkan susu tumpah saat sholat. Kejadian
itu bisa diatasi setelah sholat selesai.
2. 2. Hikmah lain adalah gimana caranya bisa mendidik
anak untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Aku tau, anak kecil butuh banyak
gerak untuk mengembangkan gross motor
skill, tapi ada waktu dan tempatnya untuk melakukan banyak gerakan itu.
Setting masjid dan sholat jama’ah tarawih bukan tempat yang tepat untuk banyak
bergerak. Jadi, ajari anak dengan sabar untuk jangan lari-lari di masjid
terutama ketika orang-orang lain sedang sholat. Kalau mau lari-lari, nanti di
luar masjid setelah sholat jama’ah sudah selesai. Tentu proses mendidik seperti
ini, mengajari anak menempatkan sesuatu pada tempatnya, bukan proses yang
instan. Orang tua harus sabar yang jelas. Sabar dalam arti bukan pasrah,
terserah mau ngapain, tapi berusaha dengan pantang menyerah tanpa perlu
marah-marah dalam menasihati anak dan optimis akan ada perubahan yang lebih
baik.
Begitulah Allah mengajariku melalui dua kejadian ‘ajib malam
ini. Semoga kawan-kawan pembaca juga bisa mendapatkan hikmah setelah membacanya
: )
Diposting oleh RIZKA di 22.36 0 komentar
Label: Islam, my experience
Senin, 19 Mei 2014
Jangan sombong
“Selamat yaa.. Lo
juara 1 di kelas ini.”
“Ya nih. Dah pinter pelajaran, pinter buat puisi pula. Kreatif !”
Aku baca komentar temen-temenku di Facebook. Langsung saja,
saat itu juga… jantungku berdetak kencang. Mulutku menyunggingkan senyum. Dalam
pikiranku, aku berkata, “Diriku memang hebat. Aku bangga dengan semua
kemampuanku !”
“Eittts. Jangan lebay dulu. Jangan bangga berlebihan.”
Itu suara yang sudah sangat aku kenal. Suara yang tidak
pernah terdengar telinga, tapi sangat jelas. Ini bukan halusinasi ataupun
ilusi. Suara itu memang nyata. Aku dengarkan perkataan dia, hati.
“Ingat ingat ingat. Semua yang kamu punya itu, berasal dari
Allah. Seharusnya kamu bersyukur.”
Aku diam, mendengarkan kata hatiku. Belum mengerti, pikiranku
bertanya, “Aku belum paham. Logikanya terlalu lompat. Apa maksudmu, hati ?”
“Lupakah dirimu ? Allah Maha Mengetahui, Dia yang punya
semua ilmu. Lihat saja karya-Nya yang sehari-hari kamu baca, Al-qur’an. Indah
bukan ? Dia jauh lebih kreatif dari dirimu ! Kamu hanya diberikan sebagian
kecil ilmu-Nya dan sifat kreatif-Nya. Hasilnya, kamu jadi juara satu di kelas
dan pandai membuat puisi. Bersyukurlah… Dia mengizinkan kamu untuk menerima
sebagian kecil sifatnya.”
Kini, aku paham. Tidak ada alasan untuk menyombongkan diri.
Sekeras-kerasnya aku belajar, serajin-rajinnya aku menulis puisi hingga aku
pandai, izin-Nya tetap berlaku. Keadaanku seperti inilah juga berkat
kehendak-Nya. Ilmu itu cahaya Allah,
bukan sekedar hasil pemikiranku sebagai manusia yang miskin ilmu.
Terima kasih hati, sudah mengingatkanku : )
Diposting oleh RIZKA di 22.23 1 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)