Jumat, 25 Januari 2013

Tetep Seksi tapi Tejaga


Simak percakapan antara dua cewek ini: si Seksi (A) & si Seksi tertutup (B). Mereka saling bertukar pikiran tentang berpakaian. Si A terobsesi ingin tampil seksi agar dilihat sebagai orang yang menarik, sedangkan si B cenderung tidak ingin mengumbar ke seksiannya walaupun dia mantan model.

Saat nongkrong di mall…

A: Eh, Gue ngiri nih sama cewek-cewek itu.
B: Cewek-cewek mana coba ? Di sini banyak cewek. Kita juga cewek. Hehe
A: Itu loh. Mereka yang tampang model. Pake hak tinggi, betisnya proporsional, rambutnya bagus, bajunya biasa-biasa aja sih, tapi keren… Wuiih badannya bagus.
B: Wah, lu dah kemakan kata-kata iklan. Emang lu ga ngerasa diri lu seksi ?
A: Haduh. Kalo gue seksi, dari dulu mah pake baju yang lagi in, kayak mbak mbak model tadi itu tuh. Keren kan kalo badan gue tuh bagus & bisa dipuji banyak orang.
B: Kalo menurut gue, seksi itu ga harus langsing kayak model-model di media masa kok. Emang  badan yang bagus mesti dipamerin di depan umum gitu ?
A: Eh lu mantan model kok ngomong gitu sih ? Perasaan lu juga ga kalah seksi sama mereka.
B: Ya, gue masih seksi kayak dulu, tapi sekarang sadar kalo keseksian gue ga jadi konsumsi publik ! Liat kan, gue ogah pake baju yang buka-bukaan.
A:  Kenapa pikiran lu berubah ? Bukannya lu seneng ya selama jadi model yang bersedia pake baju apa aja sesuai permintaan agency model ?
B: Ya, dulu. Tapi sekarang gue sadar. Gue ga bisa seenaknya disuruh pake baju apa aja. Ga pantes ahh, buka-bukaan gitu. Seksi sih tetep. Tapi kalo nunjukkin keseksian gue di depan umum, no way !
A: Trus, lu anti sama tren mode gitu ? Ga gaul dong jadinya.
B: Bukannya anti, tapi ga mau terus-terusan kebawa arus. Kalo ngikutin tren yang baik-baik sih, ga masalah.
A: Emang bisa yang baik-baik maksud lu tuh kayak gimana ?
B: Kayak gini say. Boleh pake baju seksi, asal ga di depan umum. Setelah gue belajar dikit-dikit tentang Islam, ternyata gue sadar kalo yang gue lakuin selama ini tuh salah. Ga baik ah, ngumbar-ngumbar keseksian sama sembarangan orang.
A: Oh gitu ya.. Mikir-mikir dulu nih. Perkataan lu ada bagusnya juga. Thanks yaa.
B: Yoi, jadi intinya, kita sebagai cewek boleh aja seksi, tapi tutupin keseksian lu itu kecuali sama orang yang berhak, suami lu tuh. Seksi tetep seksi, tapi jangan diumbar-umbar ya say : )



Rabu, 23 Januari 2013

Cerita seseorang yang...

Keburu isi kepalaku luber, aku mesti tulis ini segera.
Hanya sebuah cerita sebagai perumpamaan sederhana.


eni hidup di sebuah pulau dengan banyak teman.
Suatu hari, dia akan pergi ke pulau lain. Di kepalanya, dia menamakan "negeri nun jauh di sana".
Itulah sebuah tekad yg tak terelakkan.
Tak ada yang bisa menghapusnya dari niat dan ingatan.
Kecuali Sang pembolak balik hati

niat bulat. Usaha meningkat. Eni mulai melihat peta perjalanannya, memilih kapal terbaik, berguru pada ahlinya, dan mencari teman yang mau ikut dalam perjalanan panjang.

Yang jadi masalah adalah kapan, ke mana tepatnya, dan dengan siapa.
Pertanyaan terakhir yang jdi perhatian utama saat ini.
Kenapa? Taulah, perjalanan ke sana dan selama di negeri itu berbahaya. Terlalu riskan jika sendirian. Perjalanan ke negeri itu bukan tujuan semata. Ketika sudah sampai sana, ada beban berat yang akan diemban. Sungguh, bukan beban ringan karena dilatarbelakangi untuk membantu menebar cahaya pada negeri itu. Belun lagi banyaknya perangkap syaithan yang dengan mudah mengalihkan niat awalnya.

Tau diri, Eni yang mudah terjatuh butuh teman yang kuat. Ketika jatuh karena ditendang orang tak bertanggung jawab, ada yang bersedia menolongnya untuk berdiri lagi. Itu salah satu yang dibutuhkannya.

Bukan menjadi pekerjaan utama untuk mencari siapa orang yang memenuhi kriteria untuk menjadi teman berpetualang. Dia yakin ketika memang sudah siap berangkat, akan ada orang yang mendatanginya. Dia tidak berniat mencari ke sana kemari, hanya bersiap dan menunggu disamperi. Kapan siap berangkat, itu juga masih jadi misteri. Bahkan apa kriteria teman yang terbaik untuknya, dirinya pun tak mengetahui lebih dari sekedar "yang ideal" menurutnya. Karena yang ideal belum tentu yang terbaik, hanya Tuhan yang tau apa kriteria-kriteria itu sepenuhnya.

19 Januari 2013


Kamis, 03 Januari 2013

Hijab Syar’i dan Fashion: Teman atau Lawan ?


Saya pernah browsing kata “hijab” di suatu search engine. Hasil pencarian cukup mengejutkan, kawan. Sebagian besar link yang muncul adalah mengenai hijab sebagai fashion, seperti tutorial memakai hijab, hijab style, dan toko hijab. Hal yang sama muncul ketika kata kunci diganti dengan “kerudung” atau “jilbab.” Ketika melihat gambar-gambar hasil pencarian, terlihat banyak foto para wanita dengan kerudung bewarna, dari yang syar’i sampai yang tidak, style beragam. Semuanya terlihat menarik. Ketika di dunia nyata, saya sering melihat wanita yang memakai hijab dengan karakteristik seperti yang disebutkan sebelumnya. Hal itu menunjukkan bahwa hijab menjadi suatu fashion, yaitu gaya terbaru atau yang populer pada busana atau tingkah laku. Hal itu sudah terbukti: hijab semakin terkenal, sudah masuk di dunia mode, bahkan gaya-gaya berhijab terus berganti.
Di balik populernya hijab sebagai fashion, sebenarnya apa esensi dari hijab itu sendiri ? Sebenarnya, hijab merupakan kewajiban bagi para wanita yang beragama Islam, atau muslimah. Perintah Allah tersebut dapat dilihat dalam surat al-Ahzab ayat 59 dan an-Nur ayat 31. Surat Al-Ahzab ayat 59 berisi mengenai kewajiban untuk menutup aurat bagi muslimah. Berikut adalah terjemahan isi ayat tersebut.
“Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebenarnya jilbab dan hijab adalah benda yang berbeda. Jilbab adalah baju panjang yang  menutupi seluruh tubuh, Jilbab tentunya tidak membentuk tubuh wanita dan tidak transparan. Sedangkan hijab mempunyai makna benda yang menutupi sesuatu. Di tulisan ini, hijab yang dimaksud adalah kerudung sebagai penutup aurat, yaitu rambut wanita. Ada dalil lain mengenai syarat hijab dalam An-Nur ayat 31.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,…”
Dari ayat tersebut, disebutkan bahwa syarat hijab yang benar atau syar’i adalah menutupi bagian dada. Syarat lain adalah tidak transparan karena arti hijab sendiri adalah penutup. Kalau  masih transparan dan tidak menutupi bagi dada, hijab itu belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Lihat kembali contoh pengalaman browsing mengenai hijab. Sangat sedikit website yang membahas esensi hijab, seperti dalil-dalil mengenai kewajiban berhijab, hijab yang syar’i itu seperti apa, ataupun tulisan yang mengkritisi hijab jaman ini. Ketika kita melihat di tempat umum atau jalan-jalan, para wanita berhijab dengan style apapun dapat ditemui. Sayangnya, wanita dengan hijab yang benar-benar hijab tidaklah banyak. Seakan-akan hal mendasar dari hijab itu sendiri justru dilupakan oleh masyarakat luas. Kemungkinan lain adalah banyak orang yang belum tahu mengenai hijab syar’i. Karena alasan itulah, hijab syar’i belum menjadi trend di Indonesia.
Memang pengalaman browsing di internet dan pengamatan sehari-hari tidak dapat menjadi indikator yang pas untuk mengukur tingkat kepedulian masyarakat tentang esensi berhijab, namun hal itu dapat menjadi gambaran secara umum. Setidaknya, kita menjadi tahu bahwa hijab syar’i belum menjadi sesuatu yang masuk dalam daftar hijab fashion di Indonesia. Padahal dunia akan indah jika hijab syar’i menjadi fashion di negeri ini, terlebih lagi jika para wanita paham akan esensi dan menyadari pentingnya memilih hijab syar’i daripada yang bukan.
Kenyataan jaman ini adalah kebanyakan hijab yang populer di Indonesia itu tidak syar’i. Walaupun begitu, bukan berarti hijab-hijab tersebut itu dimusnahkan sama sekali hingga hanya ada hijab syar’i yang cenderung kurang populer. Jika itu terjadi, tidak ada orang yang tertarik memakai hijab sama sekali. Ada satu keuntungan ketika hijab menjadi suatu yang populer walaupun itu tidak syar’i. Dengan populernya hijab, diharapkan banyak orang yang tahu dan tertarik menggunakan hijab. Siapa tahu, hijab fashion itu memotivasi muslimah yang belum berhijab untuk menggunakannya. Mungkin pada awalnya hanya sebatas tertarik untuk memakai tanpa tahu esensi memakainya, tapi itu tidak masalah.
Dengan memakai hijab walau belum syar’i, muslimah yang baru memakai hijab semakin lama akan merasa nyaman dan berpikir bahwa hijab adalah suatu pelindung baginya. Itu terjadi jika dia masih menerima hidayah Allah. Setelah memakai hijab juga, diharapkan mereka akan menyadari apa esensinya, termasuk kewajiban bagi muslimah untuk berhijab dan hijab yang benar itu seperti apa. Ketika sudah paham, dia akan mengubah style berhijab dari yang belum syar’i menjadi hijab yang syar’i. Proses itu tidak lepas dari peran muslimah dengan hijab syar’i dalam memahamkan mereka dan tentu saja hidayah dari Allah. Butuh proses yang bertahap pula karena perubahan menjadi lebih baik tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Fashion dapat berkontribusi bagi hijab syar’i menuju popularitasnya, namun usaha untuk mencapai itu tidak mudah. Semoga ada pelopor desainer hijab syar’i yg mempopulerkannya. Ketika semakin banyak desainer hijab syar’i, hijab yang benar pun jadi populer. Dengan populernya hijab syar’i, semakin banyak muslimah yang ingin berhijab dengan syar’i. Itu menjadi bukti bahwa hijab syar’i tidak selalu menjadi lawan dari fashion karena hijab syar’i sendiri dapat menjadi fashion. Dunia akan indah ketika muslimah di seluruh dunia dapat mengikuti fashion tanpa harus mengabaikan hal yang syar’i.





Referensi: