Minggu, 18 Mei 2014

Fenomena The loss of Adab: Ibu-Ibu dan Ibu Hamil

Teman-teman, aku sengaja nulis lagi di blog pribadiku. Harus nulis karena dorongan untuk menuliskan pengalaman ini ga bisa ditahan.
Hari ini, rasanya mataku menerima beberapa stimulus yang ga mengenakkan, membuat hati ga nyaman. Aku ceritakan salah satu saja…
Pagi hari sekitar pukul setengah 10, aku duduk di bangku besi yang panjang, menunggu kereta ke arah Jakarta Kota. Posisi dudukku di ujung. Beberapa meter ke arah selatan, ada beberapa ibu yang duduk. Di paling ujung ada seorang ibu, sebelah kiri beliau ada anak laki-laki yang masih kecil. Sepertinya dia memang anaknya karena terlihat adanya komunikasi yang intens. Sebelah kirinya lagi, ada ibu-ibu lain. Tempat duduk relatif penuh saat itu..

Beberapa saat kemudian, seorang ibu hamil datang. Ibu itu terlihat masih muda dan usia kehamilan sudah cukup tua. Karena tempat duduk penuh, beliau terpaksa berdiri. Posisi beliau ada di depan bangku tempat duduk ibu-ibu yang aku sebutkan sebelumnya. Di menit pertama, ga ada satupun dari mereka  berdiri dan mempersilakan ibu hamil itu duduk di tempat mereka.

Akupun berdiri. Maksud diriku untuk mempersilakan ibu itu duduk di tempatku. Ternyata aku telat, tempat dudukku sebelumnya keburu dipakai orang lain.

Aku mengamati ibu-ibu yang daritadi duduk di belakang ibu hamil itu. Miris rasanya. Sesama perempuan, tapi kenapa ga ada empati ya ? Ga ngerti apa sebabnya, tapi aku memikirkan  beberapa kemungkinan. Pertama, kumpulan ibu yang duduk berjejeran itu memang bener-bener ga lihat ada ibu hamil yang berdiri di depan mereka, tapi asumsiku itu sepertinya terbantahkan. Ibu hamil itu berusaha duduk di tempat yang tersisa, paling ujung, dekat ibu yang membawa anaknya. Sayangnya, sisa tempat itu ga cukup, lalu ibu hamil itu berdiri lagi. Kemungkinan kecil banget kalau sampai ibu-ibu itu bener-bener ga lihat ibu hamil yang berdiri di depan mereka, apalagi saat beliau coba duduk di bangku itu. Semestinya para wanita bisa kan, membedakan mana ibu yang sedang hamil besar dengan orang yang sedang ga hamil ?

Duh… Kasihan banget.. Bodonya, aku ga kepikiran “memaksa” orang lain yang sudah duduk, untuk mengalah dengan mempersilakan ibu hamil itu duduk di tempatnya. Aku lihat masih ada celah beberapa senti di sebelah kiri anak laki-laki itu. Sebenernya bisa saja ibunya menyuruh anak itu geser, tapi ternyata ga.

Pas banget, aku lihat ada tempat kosong di bangku lain. Aku bilang ke ibu hamil itu, menyuruh beliau untuk duduk di tempat itu. Beliau tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Ga lama setelah itu, kereta datang…
Cerita belum berakhir. Aku lanjutkan pikiranku tentang fenomena ini.

Kemungkinan kedua, ibu-ibu itu tau kalau ada ibu hamil berdiri di depan mereka, tapi ga punya ilmu yang memadai tentang ibu hamil: ga tau bahwa ibu hamil kondisi fisiknya cenderung lebih lemah daripada ibu yang ga hamil. Dengan asumsi itu, jadi mereka ga merasa bersalah dengan tindakan mereka untuk tetap duduk. Aku berpikir… Bingung. Kalau kemungkinan kedua benar, rasanya aneh. Salah satu ibu yang duduk di bangku besi itu membawa anak kecil, yang menurutku itu anaknya.  Kalau memang itu anaknya, pasti dia merasakan gimana susahnya mengandung anak, jadi punya ilmu tentang kondisi fisik kehamilan wanita secara umum. Kalau memang semua ibu yang duduk di bangku itu belum pernah hamil, semestinya mereka berpikir gimana kalau suatu saat nanti mereka hamil. Mestinya mereka, walaupun mungkin ga punya ilmu tentang kondisi fisik ibu hamil, membayangkan gimana rasanya hamil dan terpaksa berdiri di tempat umum karena ga dapet tempat duduk.  

Kemungkinan ketiga, sebenernya mereka punya ilmu tentang kondisi fisik ibu hamil. Tapi, karena ada penyakit di dalam hati mereka yang aku sendiri ga tau apa tepatnya, mereka cuek dengan keberadaan ibu hamil yang berdiri di depan mereka. Ini yang paling berbahaya karena penyakit hati sulit disembuhkan kalau si pemilik hati ga merasa ada penyakit dalam hatinya. Seperti seseorang yang sebenernya kecapekan dan sudah mulai terlihat pucat, tapi dia ga merasa capek, atau bahkan berpikir dirinya tetap sehat-sehat saja. Orang yang mengingkari dirinya punya penyakit hati, misal sombong, tetap bakal ga sadar dengan kesombongan itu, apalagi kesadaran untuk menghilangkan kesombongan dalam hatinya.

Kalau kemungkinan ketiga benar, inilah yang namanya the loss of adab, menempatkan sesuatu di tempat yang ga semestinya.. Mereka tau kalau ibu hamil fisiknya cenderung lebih lemah daripada ibu yang ga hamil, tapi mereka salah menempatkan diri. Kalau mereka punya adab yang baik, mereka sadar diri. Dengan keadaannya yang ga hamil dan tentu saja lebih kuat  berdiri, mereka akan menempatkan diri dengan tepat, yaitu memilih untuk berdiri dan mempersilakan ibu hamil itu duduk. Secara bersamaan, mereka menempatkan ibu hamil di posisi yang tepat. Kondisi itu terjadi ketika sudah ada ilmu.
 Masalahnya, di situasi yang aku lihat justru yang terjadi sebaliknya. Ada ilmu, tapi salah menempatkan. Yang lebih kuat justru tetap duduk. Yang lebih lemah malah berdiri. Ini namanya ga adil. Adab yang salah ga mungkin menciptakan keadilan.

Aku ga suka melihat situasi itu, ketidakadilan. Wajar saja kalau hati ga nyaman. Ada yang mengganjal rasanya. Memang semestinya begitu karena hati manusia secara fithroh menolak ketidakadilan. Kalau justru suka dengan ketidakadilan, perlu dicek lagi. Mungkin ada penyakit dalam hatinya, atau kurang ilmu.


Ini baru satu, dan masih banyak ketidakadilan lainnya yang terjadi, karena adanya the loss of adab. Ya… memang harus menguatkan jiwa & raga untuk menghadapi berbagai fenomena the loss of adab.

0 komentar: