Teman-teman, aku sengaja nulis
lagi di blog pribadiku. Harus nulis karena dorongan untuk menuliskan pengalaman
ini ga bisa ditahan.
Hari ini, rasanya mataku menerima
beberapa stimulus yang ga mengenakkan, membuat hati ga nyaman. Aku ceritakan
salah satu saja…
Pagi hari sekitar pukul setengah 10, aku duduk di bangku
besi yang panjang, menunggu kereta ke arah Jakarta Kota. Posisi dudukku di
ujung. Beberapa meter ke arah selatan, ada beberapa ibu yang duduk. Di paling
ujung ada seorang ibu, sebelah kiri beliau ada anak laki-laki yang masih kecil.
Sepertinya dia memang anaknya karena terlihat adanya komunikasi yang intens.
Sebelah kirinya lagi, ada ibu-ibu lain. Tempat duduk relatif penuh saat itu..
Beberapa saat kemudian, seorang ibu hamil datang. Ibu itu
terlihat masih muda dan usia kehamilan sudah cukup tua. Karena tempat duduk
penuh, beliau terpaksa berdiri. Posisi beliau ada di depan bangku tempat duduk ibu-ibu
yang aku sebutkan sebelumnya. Di menit pertama, ga ada satupun dari mereka berdiri dan mempersilakan ibu hamil itu duduk
di tempat mereka.
Akupun berdiri. Maksud diriku untuk mempersilakan ibu itu
duduk di tempatku. Ternyata aku telat, tempat dudukku sebelumnya keburu dipakai
orang lain.
Aku mengamati ibu-ibu yang daritadi duduk di belakang ibu
hamil itu. Miris rasanya. Sesama perempuan, tapi kenapa ga ada empati ya ? Ga
ngerti apa sebabnya, tapi aku memikirkan beberapa kemungkinan. Pertama, kumpulan ibu
yang duduk berjejeran itu memang bener-bener ga lihat ada ibu hamil yang
berdiri di depan mereka, tapi asumsiku itu sepertinya terbantahkan. Ibu hamil
itu berusaha duduk di tempat yang tersisa, paling ujung, dekat ibu yang membawa
anaknya. Sayangnya, sisa tempat itu ga cukup, lalu ibu hamil itu berdiri lagi. Kemungkinan
kecil banget kalau sampai ibu-ibu itu bener-bener ga lihat ibu hamil yang
berdiri di depan mereka, apalagi saat beliau coba duduk di bangku itu.
Semestinya para wanita bisa kan, membedakan mana ibu yang sedang hamil besar
dengan orang yang sedang ga hamil ?
Duh… Kasihan banget.. Bodonya, aku ga kepikiran “memaksa”
orang lain yang sudah duduk, untuk mengalah dengan mempersilakan ibu hamil itu
duduk di tempatnya. Aku lihat masih ada celah beberapa senti di sebelah kiri
anak laki-laki itu. Sebenernya bisa saja ibunya menyuruh anak itu geser, tapi
ternyata ga.
Pas banget, aku lihat ada tempat kosong di bangku lain. Aku
bilang ke ibu hamil itu, menyuruh beliau untuk duduk di tempat itu. Beliau
tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
Ga lama setelah itu, kereta datang…
Cerita belum berakhir. Aku lanjutkan pikiranku tentang
fenomena ini.
Kemungkinan kedua, ibu-ibu itu tau kalau ada ibu hamil
berdiri di depan mereka, tapi ga punya ilmu yang memadai tentang ibu hamil: ga
tau bahwa ibu hamil kondisi fisiknya cenderung lebih lemah daripada ibu yang ga
hamil. Dengan asumsi itu, jadi mereka ga merasa bersalah dengan tindakan mereka
untuk tetap duduk. Aku berpikir… Bingung. Kalau kemungkinan kedua benar, rasanya
aneh. Salah satu ibu yang duduk di bangku besi itu membawa anak kecil, yang
menurutku itu anaknya. Kalau memang itu
anaknya, pasti dia merasakan gimana susahnya mengandung anak, jadi punya ilmu
tentang kondisi fisik kehamilan wanita secara umum. Kalau memang semua ibu yang
duduk di bangku itu belum pernah hamil, semestinya mereka berpikir gimana kalau
suatu saat nanti mereka hamil. Mestinya mereka, walaupun mungkin ga punya ilmu
tentang kondisi fisik ibu hamil, membayangkan gimana rasanya hamil dan terpaksa
berdiri di tempat umum karena ga dapet tempat duduk.
Kemungkinan ketiga, sebenernya mereka punya ilmu tentang
kondisi fisik ibu hamil. Tapi, karena ada penyakit di dalam hati mereka yang
aku sendiri ga tau apa tepatnya, mereka cuek dengan keberadaan ibu hamil yang
berdiri di depan mereka. Ini yang paling berbahaya karena penyakit hati sulit
disembuhkan kalau si pemilik hati ga merasa ada penyakit dalam hatinya. Seperti
seseorang yang sebenernya kecapekan dan sudah mulai terlihat pucat, tapi dia ga
merasa capek, atau bahkan berpikir dirinya tetap sehat-sehat saja. Orang yang
mengingkari dirinya punya penyakit hati, misal sombong, tetap bakal ga sadar
dengan kesombongan itu, apalagi kesadaran untuk menghilangkan kesombongan dalam
hatinya.
Kalau kemungkinan ketiga benar, inilah yang namanya the loss of adab, menempatkan sesuatu di
tempat yang ga semestinya.. Mereka tau kalau ibu hamil fisiknya cenderung lebih
lemah daripada ibu yang ga hamil, tapi mereka salah menempatkan diri. Kalau
mereka punya adab yang baik, mereka sadar diri. Dengan keadaannya yang ga hamil
dan tentu saja lebih kuat berdiri,
mereka akan menempatkan diri dengan tepat, yaitu memilih untuk berdiri dan
mempersilakan ibu hamil itu duduk. Secara bersamaan, mereka menempatkan ibu
hamil di posisi yang tepat. Kondisi itu terjadi ketika sudah ada ilmu.
Masalahnya, di
situasi yang aku lihat justru yang terjadi sebaliknya. Ada ilmu, tapi salah
menempatkan. Yang lebih kuat justru tetap duduk. Yang lebih lemah malah
berdiri. Ini namanya ga adil. Adab yang salah ga mungkin menciptakan keadilan.
Aku ga suka melihat situasi itu, ketidakadilan. Wajar saja
kalau hati ga nyaman. Ada yang mengganjal rasanya. Memang semestinya begitu
karena hati manusia secara fithroh menolak ketidakadilan. Kalau justru suka
dengan ketidakadilan, perlu dicek lagi. Mungkin ada penyakit dalam hatinya,
atau kurang ilmu.
Ini baru satu, dan masih banyak ketidakadilan lainnya yang
terjadi, karena adanya the loss of adab.
Ya… memang harus menguatkan jiwa & raga untuk menghadapi berbagai fenomena the loss of adab.
0 komentar:
Posting Komentar