Minggu, 17 Agustus 2014

Memimpin diri sendiri: Antara raja dan tentara dalam kerajaan tubuh manusia


Teringat pada pernyataan Imam Abu Hamid Al Ghozali dalam Buku “Keajaiban Hati”. Tubuh manusia ibarat kerajaan. Hati (qalb) sebagai raja yang memimpin, akal sebagai perdana menteri, syahwat (sepertinya juga mencakup hawa nafsu) sebagai tentara. Ada pula anggota tubuh, indera, segala daya yang dipunyai manusia. Tiap-tiap komponen memiliki peran masing-masing. Jika ada satu saja yang membelot dari perannya, kehancuran pada kerajaan bisa terjadi.

Ada satu yang berpotensi untuk membelot dan mengacaukan sistem kerajaan tubuh, yaitu hawa nafsu. Dia haus akan kekuasaan. Kekuatannya sebagai tentara tidak dianggap remeh. Ketika berkuasa, semua tentara yang lain dan warga kerajaan dipaksa tunduk padanya. Hawa nafsu yang memimpin membuat manusia marah karena hal sepele, dendam ketika disakiti orang lain, atau haus akan jabatan agar dirinya berkuasa atas orang lain. Itu contoh-contoh perilaku orang yang dalam hatinya ada penyakit. Kacau bukan ? Itu sebabnya hati lah yang punya otoritas memimpin karena ia tempat cahaya Allah bersemayam. Hati yang sehat bagaikan representasi Allah dalam kerajaan tubuh manusia. Beda sekali dengan hawa nafsu yang bisa mengacaukan. Meskipun begitu, peran hawa nafsu sangat dibutuhkan.

Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya kerajaan tanpa tentara ? Musuh yang datang menyerang akan membuat kerajaan hancur. Kerajaan tubuh tanpa hawa nafsu membuat manusia hidup tanpa dorongan, motivasi, tidak punya keinginan apapun, tidak marah ketika kebenaran dilecehkan, tidak semangat ketika ada kesempatan emas datang. Hidup rasanya datar-datar saja. Ingat, ini kerajaan tubuh manusia, bukan malaikat !

Hawa nafsu pun bisa menjadi tentara tangguh yang melindungi dan mendorong kerajaan tubuh agar tetap maju. Ia pun juga bisa berpotensi untuk mengacaukan kerajaan.

Kapan hawa nafsu bisa jadi tentara yang baik atau pengacau kerajaan ?
Lihat lagi, dia menjadi tentara bagi siapa ? Pada hati tempat cahaya Allah masuk, atau pada syaithan yang jelas-jelas tugasnya mengganggu manusia ?

Tentu saja hawa nafsu harus tunduk pada hati. Hati sebagai raja dan hawa nafsu sebagai tentara. Dijamin, kerajaan damai dan aman. Ini terjadi ketika raja sedang kuat. Ketika melihat hawa nafsu berusaha melakukan kudeta terhadap raja dengan kepentingan buruk, dia akan dengan tegas berkata, “Hei kamu, Diam ! Aku raja, kamu tentara. Jadi kamu yang harus patuh padaku. Lakukan tugasmu sebagai tentara.”  Hawa nafsu pun akan kembali taat, “Ya Tuan, maafkan aku. Aku akan kembali bertugas.”

Berbeda halnya ketika raja sedang melemah dan hawa nafsu berkuasa. Dia membawa kepentingan syaithan yang tidak sesuai fitrah manusia, jelas-jelas menyimpang dari visi misi awal kerajaan tubuh, yaitu beribadah pada Allah. Kerajaan akan terus kacau selama raja masih lemah karena dia belum bisa bertugas. Maksiat akan terus dilakukan. Raja juga bisa tertidur atau bahkan mati (hati yang dikunci mati karena saking bebalnya, menolak hidayah Allah). Sayangnya tidak banyak manusia yang menyadari bahwa raja di dalam dirinya sedang tertidur.


Raja yang tertidur masih bisa bangun. Seberapa lama ia tidur bergantung pada kualitas manusia itu sendiri. Ketika raja terbangun, ia akan langsung mengambil alih kerajaan dari hawa nafsu yang mengacau. Manusia yang bermaksiat pun akan menyesal, beristighfar, melakukan muhasabah. Inilah manusia yang hatinya memimpin kerajaan tubuh. Dia berhasil memimpin dirinya !

0 komentar: